Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pengenaan PPN atas penyerahan agunan yang diambil alih (AYDA) sesuai dengan PMK 41/2023 dinilai tidak akan membebani cash flow kreditur atau lembaga keuangan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (20/4/2023).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan penyerahan AYDA oleh kreditur atau lembaga keuangan kepada pembeli agunan merupakan penyerahan barang kena pajak yang dikenai PPN. Saat terutangnya PPN adalah ketika pembayaran diterima oleh lembaga keuangan.
“Untuk saat terutangnya adalah pada saat pembayaran diterima oleh lembaga keuangan sehingga hal itu tidak akan membebani cash flow lembaga keuangan tersebut,” ujarnya.
Dwi mengatakan subjek pajak pemungut adalah kreditur atau lembaga keuangan. Adapun objeknya berupa penjualan AYDA oleh lembaga keuangan kepada pembeli agunan. Jumlah PPN dihitung dengan menggunakan besaran tertentu, yakni 10% dari tarif PPN (1,1%) dikali harga jual agunan.
Lembaga keuangan tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas pengenaan PPN ini. Sementara itu, pembeli agunan yang merupakan pengusaha kena pajak (PKP) dapat mengkreditkan PPN yang tercantum dalam faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dwi mengatakan PMK 41/2023 merupakan ketentuan teknis dari Pasal 10 PP 44/2022. Pokok pengaturan dalam PMK 41/2023 di antaranya terkait dengan besaran tertentu PPN, saat terutang, tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan, serta pengkreditan pajak masukannya.
Dwi mengatakan ketentuan tersebut mulai berlaku sejak 1 Mei 2023. Simak pula ‘PMK 41/2023 Terbit! Pembelian Agunan Kini Kena PPN sebesar 1,1 Persen’ dan ‘PPN atas Penyerahan Agunan Diatur Lebih Lanjut di PMK, Ini Tujuannya’.
Selain mengenai terbitnya PMK 41/2023, ada pula bahasan terkait dengan pembaruan daftar yurisdiksi yang bertukar informasi keuangan secara otomatis dengan DJP pada 2023. Selain itu, ada juga ulasan tentang penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan dalam melakukan pemungutan PPN, lembaga keuangan dapat menggunakan dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.
Dokumen tertentu yang dimaksud harus memuat nomor dan tanggal dokumen, nama dan NPWP kreditur, nama dan NPWP/NIK debitur, nama dan NPWP/NIK pembeli agunan, uraian BKP, DPP, dan PPN yang dipungut. Simak ‘Ambil Alih Agunan dari Debitur Tak Perlu Bikin Faktur Pajak’. (DDTCNews)
Melalui Pengumuman No. PENG-2/PJ/2023, DJP menyampaikan daftar yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan dalam rangka pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange of financial account information/AEOI) pada tahun ini.
“Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16 huruf a dan huruf b PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 19/2018…, dengan ini kami umumkan daftar yurisdiksi … sebagaimana terlampir,” bunyi pengumuman yang ditetapkan Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 17 April 2023 tersebut.
Pengumuman mengenai daftar yurisdiksi itu juga dilakukan sebagai bagian dari tindak lanjut atas perubahan jumlah yurisdiksi yang telah menandatangani dan/atau mengaktivasi Multilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information.
Jika dibandingkan dengan daftar dalam PENG-1/PJ/2022, terjadi pengurangan jumlah yurisdiksi partisipan dari sebelumnya 113 yurisdiksi menjadi 110 yurisdiksi. Pengurangan juga terjadi dalam daftar yurisdiksi tujuan pelaporan, yakni dari 95 yurisdiksi menjadi 81 yurisdiksi. (DDTCNews)
DJP menyatakan tidak ada batas waktu tertentu mengenai penerbitan SP2DK. Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan selama dalam rangka pengawasan, kepala kantor pelayanan pajak (KPP) berwenang melaksanakan P2DK dengan penerbitan SP2DK.
“Dan memang tidak disebutkan batas waktu tertentu mengenai penerbitan SP2DK oleh kepala KPP. Untuk hal ini disebutkan pada surat edaran yang diterbitkan pada tahun 2022 tentang pengawasan kepatuhan wajib pajak,” tulis Kring Pajak di Twitter. (DDTCNews)
DJP memberikan penjelasan terkait dengan belum adanya penyelenggara e-commerce lokal yang ditunjuk sebagai pemungut pajak. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan DJP saat ini masih berdiskusi dengan para pelaku usaha guna memastikan implementasi dari kebijakan pemungutan pajak atas transaksi di e-commerce dapat berjalan dengan baik.
"Jadi secara konten dan konteks, cara, dan pertanggungjawaban itu terus kami diskusikan dengan para pelaku platform-platform di Indonesia," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja penerimaan pajak penghasilan dari karyawan pada kuartal I/2023 tumbuh tinggi. Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 pada Januari-Maret 2023 tercatat senilai Rp49,92 triliun. Jumlah tersebut berkontribusi sekitar 11,5% terhadap total penerimaan pajak sekaligus mencatatkan pertumbuhan 21,6% secara tahunan.
“Pajak dari karyawan, penerimaan gaji karyawan dan para pekerja ini kalau kita lihat pertumbuhannya 21,6% pada Januari-Maret 2023. Tahun lalu, tumbuhnya 18,8%. Berarti ini lebih baik dari tahun lalu. Lebih tinggi dan levelnya tinggi growth-nya itu di atas 20%,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan kinerja penerimaan PPh Pasal 21 tersebut menunjukkan adanya sinyal positif dari sisi kegiatan ekonomi. Menurutnya, ketika kegiatan ekonomi tumbuh, banyak tenaga kerja yang mulai direkrut. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.