PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL

PPh Final Tidak Ideal Diterapkan Jangka Panjang, Ini Alasannya

Redaksi DDTCNews | Senin, 04 Mei 2020 | 18:55 WIB
PPh Final Tidak Ideal Diterapkan Jangka Panjang, Ini Alasannya

Pemaparan pembicara dalam Webinar dengan tema ‘Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia’ yang digelar oleh DDTC Academy, Senin (04/05/2020).

JAKARTA, DDTCNews—Pengenaan pajak penghasilan (PPh) bersifat final dalam jangka panjang dinilai kurang ideal karena membuka peluang perencanaan pajak yang agresif dan menggerus kepatuhan wajib pajak secara sukarela.

Hal itu disampaikan Senior Researcher DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah saat mengupas hasil laporan bertajuk ‘Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia’ dalam webinar yang digelar DDTC Academy, sore ini. Unduh working paper di sini.

Hadir pula dalam acara webinar itu Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. Adapun acara yang berlangsung kurang lebih satu jam ini dihadiri lebih dari 300 orang.

Baca Juga:
Ramai Diminati Investor, Kepercayaan terhadap SBN Ritel Makin TInggi

Awwaliatul Mukarromah atau yang biasa disapa Awwa ini mengatakan pungutan PPh final memberikan banyak manfaat bagi otoritas karena pungutan yang sederhana dan realisasi penerimaan yang cenderung stabil.

Pengenaan PPh dengan skema final juga bertujuan untuk menjangkau pelaku usaha untuk masuk dalam sistem administrasi pajak. Meski begitu, pemangku kepentingan perlu berpikir ulang untuk menerapkan PPh final dalam jangka panjang.

“Insentif PPh final secara terus-menerus bisa jadi menimbulkan suatu perencanaan pajak. Wajib pajak pun juga akan berusaha menjaga penghasilannya dibawah ambang batas agar dapat memanfaatkan PPh Final terus menerus,” tutur Awwa, Senin (4/5/2020).

Baca Juga:
PPN Tak Seharusnya Dikompensasikan, PKP Bisa Kena Sanksi Kenaikan 75%

Dalam data DJP yang dikumpulkan DDTC Fiscal Research, tren penerimaan pajak final terus meningkat sejak 2014 sampai dengan 2019. Pada 2019, setoran pajak final tercatat Rp179,5 triliun naik 47% dari realisasi 2014 sebesar Rp122,1 triliun.

Sementara itu, Bawono Kristiaji menilai penggunaan PPh Final sebenarnya tidak lagi relevan dengan perkembangan yang ada saat ini. Misal, pelaporan pajak kini sudah online, atau masyarakat juga terbilang lebih melek pajak ketimbang 1990-an.

“Namun, jika kondisi kita masih terbatas dalam memperoleh informasi [dalam kepentingan perpajakan], saya pikir [PPh Final] masih dibutuhkan,” tuturnya.

Baca Juga:
Mei 2024: Fitur e-Bupot Diperbarui, Insentif Perpajakan di IKN Dirilis

Di luar butuh atau tidaknya PPh Final, Bawono mengusulkan PPh Final untuk diatur terlebih dahulu dalam undang-undang. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan atau perluasan PPh Final dapat termonitor secara baik.

Apabila sudah diatur dalam undang-undang, lanjutnya, perluasan atau pembatasan PPh Final dapat dibahas bersama DPR, sehingga mengetahui secara jelas manfaat dan kerugian dari perluasan dan/atau pembatasan PPh Final. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

05 Mei 2020 | 00:07 WIB

kebijakan pph final sudah baik untuk dapat ditinjau kembali keperluannya. Akan lebih baik batasan diberikan dalam hal urusan administratif sehingga banyak evaluasi kepada perkembangan usaha wajib pajak yang sekiranya masih dapat menggunakan insentif tersebut. sisi objektivitas diperlukan untuk menilai batasan yang lebih fair agar tepat sasaran

04 Mei 2020 | 22:01 WIB

saya setuju dengan pendapat diatas, karena masyarakat juga semakin hhari semakin banyak yang melek pajak, sehingga perlu dipertimbangkan lagi kebijakan mengenai pph final dalam jangka panjang.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Perlu WP OP Siapkan Sebelum Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:30 WIB KILAS BALIK 2024

Mei 2024: Fitur e-Bupot Diperbarui, Insentif Perpajakan di IKN Dirilis

Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:00 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

DJP Sampaikan 491 Laporan Gratifikasi di 2023, Nilainya Rp691,8 Miliar

Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Kembangkan Aplikasi CEISALite, Hanya Aktif Jika Hal Ini Terjadi

Sabtu, 28 Desember 2024 | 07:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Login Aplikasi Coretax DJP

Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?