KEBIJAKAN PAJAK

PPh 21 Wajib Dihitung Pakai Tarif Efektif, Sifatnya Bukan Opsional

Muhamad Wildan | Selasa, 09 Januari 2024 | 12:30 WIB
PPh 21 Wajib Dihitung Pakai Tarif Efektif, Sifatnya Bukan Opsional

Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni (kanan) dalam webinar Simplified Income Tax Management: Leveraging Effective Tax Rate (TER) Strategies yang digelar Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Selasa (9/1/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan penggunaan tarif efektif sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 tidaklah bersifat opsional.

Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan pemotongan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap untuk masa pajak Januari - November dihitung menggunakan tarif efektif bulanan. Pemotongan PPh Pasal 21 pada Desember dihitung menggunakan tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

"Meski ada 2 jenis tarif, kedua jenis tarif ini sudah diatur sedemikian rupa dan harus diikuti sebagai pedoman pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan wajib pajak orang pribadi. Ini bukan opsional, ini ketentuan baru yang harus kita pedomani bersama," katanya, Selasa (9/1/2024).

Baca Juga:
DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Bila pemotongan PPh Pasal 21 tetap dilakukan menggunakan skema penghitungan yang lama, wajib pajak pemotong PPh Pasal 21 berpotensi dikenai sanksi administratif apabila penggunaan rumus lama tersebut menimbulkan kurang potong.

"Atas kekurangan pemotongan itu ada sanksinya yang melekat kepada pihak yang wajib melakukan pemotongan. Apabila pemanfaatan tarif yang beda dari yang diatur ini menyebabkan kekurangan pemotongan, tentu ada sanksinya," ujar Dian.

Dian menambahkan DJP akan segera menerbitkan aplikasi baru untuk mendukung pelaksanaan penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023.

Baca Juga:
Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

"Jadi sudah dikunci dengan aturan yang baru, tidak memungkin juga bagi wajib pajak untuk pakai cara yang lama. Jadi mari kita berpindah ke cara baru yang lebih sederhana, nanti ada alat barunya pula," tuturnya.

Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, aplikasi baru tersebut akan menggantikan e-SPT Masa PPh Pasal 21/26. Rencananya, aplikasi tersebut sudah bisa mulai digunakan untuk pelaporan SPT Masa Januari 2024.

"Nanti ada perdirjen (peraturan dirjen pajak) baru yang akan mengatur terkait dengan pelaporan SPT Pasal 21 yang menggantikan e-SPT yang sudah ada, dengan versi web," kata Dian.

Baca Juga:
Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Sebagai informasi, penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap masa pajak Januari hingga November dilakukan menggunakan tarif efektif bulanan kategori A, B, dan C sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP 58/2023.

Tarif efektif bulanan kategori A diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).

Tarif efektif bulanan kategori B diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2).

Kemudian, tarif efektif bulanan kategori C diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima oleh orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3). (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP