PP 61/2020

PP Baru, Yacht untuk Pariwisata Kini Tidak Kena PPnBM 75%

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 03 November 2020 | 09:51 WIB
PP Baru, Yacht untuk Pariwisata Kini Tidak Kena PPnBM 75%

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur kembali pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 61/2020. Beleid ini diundangkan pada 16 Oktober 2020 dan berlaku 60 hari setelahnya. Salah satu pertimbangan pengaturan kembali pengenaan PPnBM atas BKP mewah selain kendaraan bermotor adalah untuk mendorong industri pariwisata.

“Untuk memberikan keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi serta mendorong industri pariwisata,” demikian bunyi penggalan salah satu pertimbangan dalam PP 61/2020, Selasa (3/11/2020)

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Berlakunya PP 61/2020 akan sekaligus mencabut PP 145/2000 s.t.d.t.d. PP 12/2006. Sebelumnya, PP 145/2000 s.t.d.t.d. PP 12/2006 mengenakan PPnBM terhadap BKP mewah selain kendaraan bermotor dengan tarif 10% sampai dengan 75%.

Namun, perincian tarif tersebut telah diatur dalam PMK 35/2017 s.t.d.t.d. PMK 86/2019. Adapun PMK 35/2017 s.t.d.t.d. PMK 86/2019 mengenakan PPnBM terhadap BKP mewah selain kendaraan bermotor dengan mengklasifikasikannya menjadi 4 kelompok dan mengenakan tarif 20% hingga 75%.

Apabila tarif yang diatur dalam PP 61/2020 disandingkan dengan tarif yang ada dalam PMK 35/2017 s.t.d.t.d. PMK 86/2019, perubahan terjadi pada pengecualian jenis barang kelompok keempat. Sementara itu, tarif dan jenis barang di kelompok pertama hingga ketiga masih sama.

Baca Juga:
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

Secara ringkas, masih sama dengan beleid terdahulu, PP 61/2020 mengenakan tarif PPnBM sebesar 20% untuk barang yang merupakan kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.

Selanjutnya, masih sama dengan beleid terdahulu, tarif PPnBM sebesar 40% dikenakan terhadap kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak serta kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

Kemudian, masih sama dengan beleid terdahulu, tarif PPnBM 50% dikenakan terhadap kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga. Tarif PPnBM 50% ini juga dikenakan atas kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

Baca Juga:
Insentif Cuma untuk Mobil Listrik dan Hybrid, Ternyata Ini Alasannya

Lalu, masih sama dengan beleid terdahulu, tarif PPnBM sebesar 75% dikenakan terhadap kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum dan yacht.

Namun, berbeda dengan beleid terdahulu, pengecualian pengenaan tarif PPnBM sebesar 75% atas yacht kini tidak hanya untuk kepentingan negara dan angkutan umum, tetapi juga diberikan atas yacht yang digunakan untuk usaha pariwisata.

Apabila dalam 4 tahun sejak saat impor atau perolehan yacht untuk usaha pariwisata itu digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, PPnBM dan/atau PPN yang mendapatkan pengecualian atau kurang dibayar harus dibayarkan.

Baca Juga:
Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jenis BKP selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dan tata cara pengecualian pengenaan PPnBM akan diatur dengan PMK.

Selain itu, saat PP 61/2020 berlaku, semua aturan pelaksana dari PP 145/2000 s.t.d.t.d. PP 12/2006. masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PP 61/2020. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

Jumat, 20 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Insentif Cuma untuk Mobil Listrik dan Hybrid, Ternyata Ini Alasannya

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:01 WIB KURS PAJAK 18 DESEMBER 2024 - 24 DESEMBER 2024

Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra