Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ketentuan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 177/2022 akan diberlakukan mulai besok, Jumat (3/2/2023).
Direktur Penegakan Hukum Ditjen Pajak (DJP) Eka Sila Kusna Jaya mengatakan terdapat 10 pokok perubahan terkait dengan pemeriksaan bukper dalam PMK 177/2022.
"Ada beberapa hal yang memang krusial, tetapi kurang lebih terdapat 10 hal pada PMK 177/2022 ini yang dicoba untuk diperjelas," katanya, Kamis (2/2/2023).
Pertama, ketentuan perubahan nama unit yang melaksanakan penegakan hukum dari Uni Pelaksana Pemeriksaan Bukper (UPPBP) menjadi UP Gakum. Kedua, ketentuan perluasan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP).
Eka menjelaskan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan menjadi pintu masuk pengembangan dan analisis dari pemeriksaan bukper.
"[Hasil pengawasan dan pemeriksaan] Ini akan dituangkan dalam laporan yang memuat usulan pemeriksaan bukper," tuturnya.
Ketiga, ketentuan terkait dengan penyelesaian pemeriksaan bukper yang telah dilakukan sebelum PMK 177/2022 dan pengurang kerugian negara yang diperhitungkan dalam penyidikan.
Keempat, ketentuan jangka waktu pemeriksaan bukper yang diperpendek dari sebelumnya 36 bulan menjadi tinggal maksimal 24 bulan. Pemeriksaan bukper dilaksanakan paling lama 12 bulan dan hanya dapat diperpanjang selama 12 bulan.
Kelima, ketentuan kewajiban pemeriksa menyampaikan pemberitahuan hasil pemeriksaan bukper paling lambat 1 bulan sebelum jangka waktu pemeriksaan bukper berakhir. Keenam, ketentuan penggunaan forensik digital untuk pemeriksaan bukper.
"Laboratorium forensik kita di DJP sudah mendapatkan standar ISO dan itu beberapa BUMN serta kementerian sudah mulai belajar ke kita. Ternyata forensik digital sangat krusial membongkar tindak pidana," ujar Eka.
Tak hanya itu, lanjut Eka, pemeriksa juga akan melakukan klarifikasi mengenai potensi kerugian pada pendapatan negara paling lama 2 bulan sebelum jangka waktu pemeriksaan bukper berakhir.
"Ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak memberikan klarifikasinya. Ini tadinya tidak diatur," jelasnya.
Ketujuh, ketentuan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana terkait dengan Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan d UU KUP.
Pada Pasal 20 ayat (2) PMK 177/2022, pengungkapan ketidakbenaran dapat dilakukan atas tindak pidana Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan d UU KUP yang berdiri sendiri atau berkaitan dengan tindak pidana lain kecuali Pasal 39A dan Pasal 43 UU KUP.
Kedelapan, PMK 177/2022 memberikan ruang bagi fungsi penegakan hukum untuk berkolaborasi dengan fungsi lainnya.
"Jadi nanti penyidik juga akan terlibat dalam giat pengawasan yang dilakukan AR," kata Eka.
Kesembilan, PMK 177/2022 mengatur ulang tentang pemberitahuan tindak lanjut pemeriksaan bukper. Pemberitahuan disampaikan kepada wajib pajak setelah pemeriksaan bukper selesai guna memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Kesepuluh, ketentuan perubahan nilai kerugian pada pendapatan negara yang dapat diperhitungkan saat penyidikan.
Pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran yang tidak sesuai keadaan sebenarnya diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada saat penyidikan sebesar 1/2 bagian dari jumlah pembayaran, naik dari peraturan sebelumnya yang sebesar 2/5 bagian dari jumlah pembayaran. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.