Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023 menegaskan pemotong pajak berkewajiban membuat bukti potong PPh Pasal 21 dan menyerahkan bukti potong tersebut kepada penerima penghasilan yang dikenai pemotongan.
Kewajiban untuk membuat dan memberikan bukti potong PPh Pasal 21 tersebut tetap berlaku meski jumlah pajak yang dipotong pada bulan bersangkutan nihil. Kewajiban tersebut menjadi tidak berlaku hanya bila tidak terdapat pemberian penghasilan pada bulan bersangkutan.
"Dalam hal tidak terdapat pemberian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi pada bulan yang bersangkutan, ketentuan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku," bunyi Pasal 20 ayat (4) PMK 168/2023, dikutip pada Selasa (9/1/2024).
Tak hanya itu, ditegaskan pula bahwa penerima penghasilan memiliki hak untuk menerima bukti potong dari pemotong pajak.
"Penerima penghasilan mempunyai hak untuk menerima bukti pemotongan dari pemotong pajak," bunyi Pasal 22 ayat (1) PMK 168/2023.
Jumlah PPh Pasal 21 selain yang bersifat sebagaimana termuat dalam bukti potong adalah kredit pajak bagi penerima penghasilan untuk tahun pajak atau bagian tahun pajak terutangnya PPh.
Peneriman penghasilan pun wajib melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh, baik yang 4telah dipotong dan tercantum dalam bukti potong maupun yang tidak dipotong PPh. Seluruh penghasilan nantinya wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Bukti potong adalah dokumen berupa formulir atau dokumen lain yang dipersamakan dan dibuat oleh pemotong PPh. Formulir ini menjadi bukti atas pemotongan PPh. Bukti potong memuat besaran PPh yang telah dipotong. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.