KP2KP MUKOMUKO

Pesan Kantor Pajak ke UMKM: Tak Perlu Bayar Pajak, Tapi Harus Lapor!

Redaksi DDTCNews | Kamis, 05 Desember 2024 | 19:30 WIB
Pesan Kantor Pajak ke UMKM: Tak Perlu Bayar Pajak, Tapi Harus Lapor!

Ilustrasi.

MUKOMUKO, DDTCNews - Ada pesan menarik yang disampaikan petugas KP2KP Mukomuko di Bengkulu kepada wajib pajak orang pribadi pelaku UMKM yang memiliki usaha kedai makanan. Pesannya, individu pelaku UMKM dengan batasan omzet tertentu tidak perlu bayar pajak. Namun, mereka tetap perlu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Secara lengkap, kewajiban pajak UMKM diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 55/2024. Beleid itu menyebutkan bahwa pelaku usaha dengan peredaran bruto kurang dari Rp500 juta dalam satu tahun belum diwajibkan membayar pajak penghasilan (PPh).

“Kebijakan ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap perkembangan UMKM,” tutur Riza Linda, selaku Petugas TPT KP2KP Mukomuko dilansir pajak.go.id, dikutip pada Kamis (5/12/2024).

Baca Juga:
DJP Tegaskan Threshold PPh Final UMKM dan PKP Tetap Rp4,8 Miliar

Penjelasan petugas tersebut disampaikan kepada Yogi, pemilik kedai makanan yang mendatangi KP2KP Mukomuko. Dirinya mendatangi kantor pajak untuk mengaktifkan kembali Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) guna memenuhi persyaratan administrasi perizinan usaha.

Yogi sendiri mengaku selama ini tidak memahami apa dan bagaimana kewajiban perpajakan yang perlu dijalankan oleh pelaku UMKM.

Ternyata, kedai makanan yang dijalankan Yogi termasuk dalam kategori UMKM. Dengan omzet usaha yang belum mencapai Rp500 juta per tahun, dirinya terbebas dari kewajiban pembayaran pajak penghasilan.

Baca Juga:
DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan PP 55/2022 menyatakan wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dalam setahun tidak akan terkena pajak. Melalui fasilitas ini, UMKM yang omzetnya belum melebihi angka tersebut tidak perlu membayar PPh final yang tarifnya 0,5%.

Adapun jika UMKM tersebut memiliki omzet melebihi Rp500 juta, penghitungan pajaknya hanya dilakukan pada omzet yang di atas Rp500 juta.

Sementara itu, Pasal 9 ayat (1) PMK 164/2023 menyatakan wajib pajak UMKM yang menggunakan rezim PPh final 0,5% harus menyampaikan laporan mengenai peredaran bruto dari usahanya dan PPh final yang terutang sebagai lampiran SPT Tahunan.

Baca Juga:
PPN Tetap Naik Jadi 12% Per Januari 2025, PPh Final UMKM Diperpanjang

Apabila tidak menyampaikan laporan peredaran bruto atas penghasilan dari usaha dan PPh final sebagai lampiran SPT Tahunan, wajib pajak UMKM bakal dikenakan sanksi administratif.

PMK 164/2023 pun memuat lampiran berisi ada 2 format laporan, yakni laporan bagi wajib pajak orang pribadi UMKM dan laporan bagi wajib pajak badan UMKM. Pada laporan untuk wajib pajak orang pribadi UMKM, sudah mempertimbangkan omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta.

UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret 2024. Sementara, untuk SPT tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April 2024.

Penyampaian SPT Tahunan yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Denda terlambat melaporkan SPT Tahunan pada orang pribadi adalah senilai Rp100.000, sedangkan pada wajib pajak badan Rp1 juta. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Kha Hin Rachmat 06 Desember 2024 | 15:13 WIB

Inilah permasalahannya. Seperti pabrik. Dimana bagian produksi dan bagian pemasaran berbeda pendapat. Seperti perusahaan pihak marketing berbeda pandangan dengan pihak sistem. Karena jaman sekarang semua terdata. Kenapa harus lapor ???

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Senin, 23 Desember 2024 | 18:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Sebut Top-up e-Money Juga Bakal Kena PPN 12 Persen Tahun Depan

Senin, 23 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Begini Penjelasan DJP terkait Pembayaran via QRIS dan Aturan PPN-nya

Senin, 23 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP