AMERIKA SERIKAT

Perusahaan Migas Emoh Genjot Produksi, Biden Ancam Pungut Windfall Tax

Muhamad Wildan | Selasa, 01 November 2022 | 14:30 WIB
Perusahaan Migas Emoh Genjot Produksi, Biden Ancam Pungut Windfall Tax

Presiden AS Joe Biden. ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst/aww/sad.

WASHINGTON D.C., DDTCNews - Presiden AS Joe Biden mengancam akan mengenakan pajak atas excess profit bagi perusahaan migas bila mereka tidak segera meningkatkan produksinya.

Biden mengatakan dirinya akan meminta kepada Kongres AS untuk menyiapkan regulasi terkait dengan pengenaan pajak tambahan atas excess profit yang diterima oleh perusahaan migas.

"Jika tidak [meningkatkan produksi], mereka akan membayar pajak yang lebih tinggi atas laba berlebih yang mereka terima dan juga akan dijatuhi restriksi-restriksi lainnya," ujar Biden, dikutip Selasa (1/11/2022).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Biden mengatakan perusahaan migas memiliki tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang sejalan dengan kepentingan konsumen dan negara, bukan serta merta hanya memenuhi kepentingan direksi dan pemegang saham.

"Sekarang adalah waktunya bagi perusahaan-perusahaan untuk mengeruk laba dari perang dan memenuhi tanggung jawab mereka kepada negara serta warga AS," ujar Biden seperti dilansir politico.com.

Meski demikian, Biden tak memerinci desain dan tarif pajak yang akan dikenakan terhadap perusahaan migas yang tidak meningkatkan produksinya.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Untuk diketahui, pernyataan ini disampaikan oleh Biden setelah perusahaan-perusahaan migas AS menyampaikan laporan keuangan kuartalannya. Tiga perusahaan migas AS yakni Exxon Mobil, Chevron, dan Shell tercatat telah membukukan laba senilai kurang lebih US$40 miliar atau Rp625 triliun pada kuartal III/2022.

Exxon Mobil tercatat membukukan laba senilai US$19,7 miliar, sedangkan laba yang dibukukan oleh Shell mencapai US$9,5 miliar. Adapun Chevron tercatat membukukan laba senilai US$11,2 miliar.

Sebagai catatan, rata-rata harga BBM di AS saat ini mencapai US$3,76 per galon. Meski lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga sebelum dimulainya perang antara Rusia dan Ukraina, harga BBM saat ini sudah jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan harga pada Juni yang mencapai US$5,02 per galon. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja