KEBIJAKAN ENERGI

Permen Baru Soal Kontrak Bagi Hasil Jadi Daya Tarik Investasi Migas

Redaksi DDTCNews | Rabu, 02 Oktober 2024 | 16:30 WIB
Permen Baru Soal Kontrak Bagi Hasil Jadi Daya Tarik Investasi Migas

Pekerja Pertamina EP Papua Field memeriksa fasilitas pompa angguk di area Lapangan Produksi Migas Klamono di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww/YU

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan baru soal kontrak bagi hasil migas secara gross split, yakni Permen ESDM 13/2024. Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Ariana Soemanto menjelaskan pembaruan aturan ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan pemerintah.

Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor, yang kini dapat mencapai 75% hingga 95%. Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga nol persen pada kondisi tertentu.

"Kepastian 75%-95% bagi hasil punya kontraktor. Kalau yang dulu bisa rendah sekali, bahkan bisa sampai 0%, itu kita koreksi. Selain itu, bagi hasil tidak kompetitif, buktinya 15 dari 26 KKKS mengajukan insentif atau diskresi," kata Ariana, dikutip pada Rabu (2/10/2024).

Baca Juga:
Stok Cukup, Kementerian ESDM Siap Penuhi Kebutuhan BBM Nataru 2025

Selain itu, Ariana menyampaikan, aturan gross split baru ini juga membuat wilayah kerja migas nonkonvensional lebih menarik. Alasannya, bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 93% sampai dengan 95% di awal. Hal ini dapat segera diterapkan pada WK GMB Tanjung Enim dan MNK Rokan.

Kemudian, sebut Ariana, parameter-parameter yang menentukan besaran angka bagi hasil untuk kontraktor disederhanakan dari 13 parameter menjadi hanya 5 parameter agar lebih implementatif perhitungannya dan menarik di lapangan.

"Poin yang keempat adalah, ini bukan semata-mata untuk mendorong gross split yang baru ini, tetapi di sini kita berikan pilihan fleksibilitas, mau pakai gross split atau cost recovery silakan, mau berpindah juga silakan. Sesuai dengan selera kontraktor," sambungnya.

Baca Juga:
Kewajiban Kontraktor Migas Jika Setujui Temuan Pemeriksaan Bersama

Adapun poin perubahan pada Permen Kontrak Bagi Hasil, antara lain adalah simplifikasi jumlah komponen. Dari 13 komponen tambahan bagi hasil disederhanakan hanya menjadi 5 komponen, termasuk jumlah cadangan, lokasi lapangan, ketersediaan infrasruktur, harga minyak bumi, dan harga gas bumi.

Poin yang kedua adalah parameter yang disesuaikan dengan data lapangan. Nilai parameter komponen ditentukan dari studi statistik data 5 tahun terakhir, yaitu jumlah cadangan POD seluruh lapangan, rata-rata lokasi dan kedalaman lapangan, serta harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), LNG platts, dan gas domestik.

"Jadi setelah evaluasi 5 tahun, nanti Bapak dan Ibu akan melihat cadangan dan POD-nya itu sudah ada bukti empiris bahwa data 5 tahun terakhir terkait penemuan cadangan itu yang membentuk angka yang ada di Kepmen kita ini," jelas Ariana.

Baca Juga:
Penerimaan Pajak RI Masih Tumbuh 1,05 Persen hingga November 2024

Selain itu, diatur pula total bagi hasil yang kompetitif. Nilai bagi hasil (sebelum pajak) KKKS migas konvensional ditetapkan pada rentang 75% hingga 95%. Nilai bagi hasil ikut mempertimbangkan studi effective royalty rate, access to gross revenue, dan insentif.

Lalu terdapat pula aturan mengenai eksklusivitas migas non-konvensional (MNK), yakni nilai bagi hasil (sebelum pajak) KKKS MNK menggunakan fixed split 93% untuk minyak dan 95% untuk gas, berdasarkan studi perbandingan keekonomian dengan lapangan di Eagleford.

Yang terakhir, mengenai tata cara, persyaratan perubahan bentuk kontrak dan fleksiblitas. Aturan ini memberikan pengaturan terkait perubahan bentuk kontrak bagi hasil dari PSC cost recovery ke gross split ataupun sebaliknya. Dengan ketentuan peralihan untuk kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 12:30 WIB NATAL DAN TAHUN BARU 2025

Stok Cukup, Kementerian ESDM Siap Penuhi Kebutuhan BBM Nataru 2025

Kamis, 12 Desember 2024 | 13:30 WIB PMK 94/2023

Kewajiban Kontraktor Migas Jika Setujui Temuan Pemeriksaan Bersama

Rabu, 11 Desember 2024 | 15:01 WIB PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak RI Masih Tumbuh 1,05 Persen hingga November 2024

Sabtu, 07 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Perlu Dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh WP Hulu Migas

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP