MALANG, DDTCNews – Himpunan Mahasiswa Perpajakan (HIMAPAJAK) Universitas Brawijaya (UB) mengadakan seminar nasional Perpajakan 2017 bertajuk “Membangun Tax Compliance dalam Sistem Pajak Modern”.
Seminar yang dilaksanakan pada Sabtu 7 Oktober 2017 di Aula Fakultas Ilmu Administrasi UB Malang ini merupakan puncak rangkaian acara Tax Series. Acara ini diikuti oleh para wajib pajak, akademisi, praktisi, otoritas pajak dan mahasiswa dari berbagai universitas. Acara ini turut disponsori oleh DDTC.
Keynote speaker dalam SEMNAS tersebut adalah Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Perpajaka Puspita Wulandari dan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur III Rudy Gunawan Bastari.
Hadir sebagai pembicara yaitu Managing Partner DDTC Darussalam, Partner Research and Training DDTC Bawono Kristiaji, serta Kepala Program Studi Perpajakan UB Kadarisman Hidayat.
Dalam kesempatan itu, Rudy menjelaskan pajak adalah sumber penerimaan negara terbesar bagi Indonesia dan penerimaan pajak sangat sulit memenuhi target yang telah ditentuka.
Menurutnya, salah satu fokus dari Ditjen Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan upaya peningkatkan kepatuhan wajib pajak. Lebih lanjut, Rudy juga menyebutkan bahwa keterbukaan informasi dibutuhkan oleh Ditjen Pajak untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
“Melalui tax amnesty kemarin, harta yang paling banyak didaftarkan adalah uang tunai. Hal ini menunjukkan bahwa banyak dana yang tidak dapat kita monitor pergerakannya,” jelas Rudy.
Lebih lanjut, selain tax ratio Indonesia yang masih berada sekitas 10%-11%, Darussalam menjelaskan bahwa tax effort Indonesia masih sekitar 47%. Rendahnya tax effort menunjukkan masih besarnya potensi pajak yang belum tergali optimal.
“Tax effort kita hanya sekitar 47%, berarti ada hampir 53% potensi pajak yang belum digali oleh pemerintah. Terdapat 3 alasan rendahnya tax effort Indonesia adalah institusi yang perlu dibenahi, belum adanya sinergi antarkelembagaan, dan kepatuhan pajak yang masih rendah,” paparnya.
Untuk meningkatkan kepatuhan pajak, Darussalam menegaskan perlu ada perubahan paradigma, dari yang sebelumnya berfokus kepada konfrontasi, berubah menjadi kooperasi. Kooperasi harus dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam ranah perpajakan untuk meningkatkan kepastian pajak.
Sementara itu, menurut Puspita, dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, perlu dilakukan pengembangan Compliance Risk Management (CRM). Saat ini manajemen risiko masih terpecah-pecah dan belum terintegrasi, serta tidak optimalnya decision support system dan analisis berbasis data.
“Dengan dimulainya Automatic Exchange of Information (AEoI) tahun 2018, semoga dapat meningkatkan transparansi dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak,” katanya.
Adapun, Bawono menambahkan terkait persoalan tax gap yang terjadi dalam sistem perpajakan. Menurutnya, adanya tax gap disebabkan oleh 2 faktor, yaitu policy gap dan compliance gap. “Isu compliance gap ini salah satunya disebabkan oleh ketersediaan informasi yang terbatas,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu faktor pendorong kepatuhan pajak adalah kepercayaan wajib pajak kepada otoritas pajak.“Dengan adanya reformasi pajak, maka tujuan yang harus dituju adalah pelayanan wajib pajak serta penyetaraan hak-hak wajib pajak. Jangan sampai, reformasi hanya berorientasi pada peningkatan penerimaan semata,” tutupnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.