PEMBANGUNAN nasional adalah serangkaian usaha yang dilakukan terus-menerus dan berkesinambungan untuk mewujudkan tujuan nasional yang tertuang dalam UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sedangkan pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa adanya kontraprestasi langsung (timbal balik) dari negara, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan nasional.
Pembangunan nasional dalam suatu negara sangatlah diperlukan, sehingga diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.
Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang dapat diwujudkan dengan menjalankan pemerintahan yang baik dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, tentunya dengan didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan terbesar negara adalah pajak.
Hingga kini sektor pajak masih memberikan kontribusi terbesar pendapatan negara. Namun, kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih rendah yakni 62,3%. Sementara angka tax ratio atau jumlah pembayaran pajak Indonesia dibandingkan dengan jumlah penduduk yang seharusnya membayar pajak baru mencapai 11%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan bahwa pajak tidak punya fans. Karena itu, negara berupaya agar masyarakat membayar pajak, sebagai dana pembangunan Indonesia. Pada APBN 2017 misalnya, pemerintah menargetkan penerimaan dari sektor pajak sebesar Rp1.498 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan target penerimaan dari sektor pajak pada RAPBN 2016 sebesar 1.355,2 triliun. Pajak juga digunakan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah.
Pemungutan & Kepatuhan
SISTEM pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah self-assessment, di mana pihak wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menetapkan sendiri mengenai jumlah objek pajak, menghitung sendiri besarnya pajak terutang, menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan dan menyetorkan sendiri pajak yang masih harus di bayar dalam tahun yang bersangkutan sesuai dengan data dalam SPT tahunan yang di serahkan, serta memberikan laporan mengenai setoran pajak yang telah dilakukan kepada pelayanan pajak (KPP) setempat.
Dalam sistem self-assessment, semua wajib pajak diwajibkan untuk mendaftarkan diri pada kantor direktorat jendral pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sekarang ada aplikasi maupun sistem yang di sediakan oleh Ditjen Pajak untuk mempermudah wajib pajak guna melakukan pendaftaran maupun menyampaikan SPT secara online seperti e-Registration dan e-Filing.
Sangat disayangkan sekali dengan adanya aplikasi maupun sistem yang mempermudah wajib pajak tetapi untuk kepatuhan wajib pajak sendiri masih di bilang rendah, sehingga perlu adanya sosialisasi maupun penyuluhan kepada wajib pajak untuk menumbuhkan kesadaran wajib pajak.
Namun, untuk menumbuhkan kesadaran tersebut, maka terlebih dahulu wajib pajak harus sadar bahwa pajak adalah sumber penerimaan negara terbesar, sadar dengan membayar pajak maka wajib pajak ikut berpartisipasi dalam pembangunan dalam suatu negara, sadar dengan menunda pembayaran pajak dapat merugikan negara, serta sadar adanya undang-undang dan ketentuan pajak.
Dalam melakukan penyuluhan bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Di mana penyuluhan secara langsung dengan melakukan interaksi penyuluhan pajak dengan wajib pajak, sedangkan secara tidak langsung bisa melalui media cetak , elektronik maupun online.
Penyuluhan yang dilakukan Ditjen Pajak sebagai salah satu upaya untuk mengedukasikan kepada masyarakat, khususnya tentang sistem perpajakan dan alokasi dana pajak sehingga masyarakat tahu dan paham serta patuh dan sadar dalam memenuhi kewajiban pajaknya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Kasus Tere Liye
KESALAHPAHAMAN itu misalnya seperti dalam kasus Tere Liye yang disampaikan melalui Facebook-nya yang memilih untuk putus kontrak dan memutuskan untuk berhenti mencetak buku karena pajak yang dikenakan untuk penulis terlalu tinggi.
Dilihat dari kasus Tere Liye, seharusnya pemerintah lebih aktif lagi dalam menyosialisasikan masalah pajak sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman antara wajib pajak dengan penarik pajak. Untuk alokasi dana pajak sendiri digunakan untuk kemakmuran masyarakat seperti pembangunan sarana umum seperti jalan, jembatan, bendungan, taman, rumah sakit/ Puskesmas.
Bukan hanya itu saja pajak juga digunakan untuk biaya pendidikan, biaya kesehatan serta subsidi bahan bakar minyak. Bahkan sekarang ada fitur alokasi pajakmu yang di perkenalkan oleh kementrian keuangan Sri Mulyani. Fitur itu dapat diakses pada alamat www.kemenkeu .go.id/alokasipajakmu.
Dengan adanya fitur tersebut masyarakat dapat melihat alokasi penggunaan pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak sehingga diharapkan dengan adanya fitur tersebut masyarakat tidak lagi ‘masa bodoh’ dengan perputaran pajak karena bagimanapun pajak dipungut dari rakyat dan digunakan untuk kepentingan rakyat sehingga nantinya bisa membangun negara yang lebih sejahtera.
Selain kesalahpahaman, problem lain yang juga membutuhkan penanganan adalah penghindaran pajak. Ini juga merupakan salah satu ketidakpatuhan dalam membayar pajak sehingga perlu adanya sosialisasi maupun pemberitahuan tentang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Contoh penghindaran pajak yang paling jelas adalah dokumen Paradise Papers yang diungkap oleh Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Dokumen tersebut berisi data para pengusaha dan pejabat negara yang melakukan penghindaran pajak di dunia.
Dalam satu kesempatan, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah menegaskan penghindaran pajak adalah kejahatan moral. Jika konglomerat berhasil menghindar, maka beban pajak kena kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal itu sangat merugikan masyarakat menengah kebawah dan merugikan Negara dari segi pemasukan.
Maka dari itu mulai dari sekarang lebih patuh lah dalam membayar pajak karena dengan membayar pajak kita ikut serta dalam membiayai pendidikan para penerus bangsa, dengan membayar pajak kita telah turut serta membantu mewujudkan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan membayar pajak mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.