HASIL SURVEI BBNKB

Penghapusan BBNKB Kendaraan Bekas Dinilai Munculkan Risiko Ini

Redaksi DDTCNews | Senin, 07 Maret 2022 | 14:40 WIB
Penghapusan BBNKB Kendaraan Bekas Dinilai Munculkan Risiko Ini

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) atas penyerahan kendaraan bermotor bekas diproyeksi berdampak pada peningkatan emisi karbon.

Hal tersebut tergambar dari hasil survei yang dilakukan bersamaan dengan debat DDTCNews periode 4—22 Februari 2022. Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 80,95% peserta debat setuju penyerahan atas kendaraan bermotor bekas dikecualikan dari objek BBNKB.

Dari 126 pengisi survei tersebut, sebanyak 75% setuju dan sangat setuju penghapusan BBNKB atas penyerahan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya berpotensi meningkatkan emisi karbon. Sisanya, sebanyak 25% pengisi survei menyatakan kurang setuju dan tidak setuju.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online


Risiko peningkatan emisi karbon itu diakibatkan adanya potensi kenaikan jumlah kendaraan tua. Sebanyak 75% pengisi survei setuju dan sangat setuju kebijakan yang masuk dalam UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) itu akan meningkatkan jumlah kendaraan tua di Indonesia.


Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Aya berpendapat kebijakan itu memang akan berdampak pada peningkatan kepatuhan masyarakat dari sisi administrasi perpajakan. Namun demikian, ada risiko dari sisi peningkatan jumlah kendaraan bekas. Simak pula ‘Penghapusan BBNKB Kendaraan Bekas Dapat Tingkatkan Kepatuhan Pajak’.

“Karena masyarakat akan lebih memilih membeli kendaraan bekas ketimbang baru. Saya harap jika pemerintah akan menerapkan aturan tersebut, pemerintah juga mengetatkan aturan mengenai batasan umur kendaraan layak pakai,” ujarnya.

Billy berpendapat apabila ketentuan BBNKB tetap diterapkan, perlu adanya aturan tambahan atau turunan yang memberikan kriteria penerapannya. Hal ini penting agar penggunaan kendaraan bekas tetap dapat dikendalikan untuk pelestarian lingkungan.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Lina juga mengatakan dihapuskannya BBNKB atas penyerahan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya dapat berpotensi meningkatkan jumlah kendaraan bekas yang beredar di masyarakat. Hal ini berdampak pada peningkatan emisi karbon.

“Tentunya akan meningkatkan polusi udara. Untuk kepatuhan peraturan dan pembayaran pajak mungkin bisa dicarikan solusi lain, misalkan harga jualnya sudah termasuk biaya balik nama dan kendaraan bekas harus dijual secara resmi di bawah naungan pemerintah,” kata Lina.

Seperti diketahui, sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) UU HKPD, objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. Adapun penyerahan kedua dan seterusnya bukan merupakan objek BBNKB. Tujuan kebijakan ini untuk mendorong ketaatan balik nama kendaraan bermotor bekas.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Pemerintah menyatakan BBNKB bukan hanya sumber penerimaan pemerintah daerah, melainkan juga instrumen untuk mengendalikan (mengatur) ketaatan registrasi dan balik nama kendaraan bermotor. Ketentuan mengenai BBNKB baru mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak UU HKPD diundangkan.

Sebagai perbandingan, saat ini BBNKB tidak hanya dikenakan atas penyerahan kendaraan baru, melainkan juga penyerahan kendaraan bekas. Sesuai dengan UU PDRD, tarif BBNKB atas penyerahan kendaraan bekas atau penyerahan kedua dan seterusnya adalah sebesar 1%.

Sesuai dengan ketentuan dalam UU HKPD, tarif maksimal BBNKB sebesar 12%, bukan 20% seperti yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Meski tarif maksimal turun, kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengenakan opsen BBNKB dengan tarif 66%. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah