Dewan Konsultatif Kompartemen Akuntan Perpajakan Ikatan Akuntan Indonesia (KAPj IAI) sekaligus Founder DDTC Darussalam saat memberikan paparan.
JAKARTA, DDTCNews - Dewan Konsultatif Kompartemen Akuntan Perpajakan Ikatan Akuntan Indonesia (KAPj IAI) Darussalam memandang Pengadilan Pajak seharusnya menjadi pihak ketiga independen yang dapat menengahi wajib pajak dan otoritas pajak dalam suatu sengketa.
Menurutnya, Pengadilan Pajak selaku pihak ketiga harus mampu memandang otoritas pajak dan wajib pajak secara setara di hadapan hukum sembari memberi ruang bagi wajib pajak untuk mencari keadilan dalam suatu sengketa pajak.
"Kalau melihat Pasal 2 UU Pengadilan Pajak itu, dinyatakan secara tegas Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak," katanya dalam acara Regular Tax Discussion, Rabu (31/5/2023).
Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 23A dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang membatasi kewenangan negara dalam mengambil sebagian harta milik rakyat melalui instrumen pajak. Simak Membatasi Kekuasaan Negara dalam Mengenakan Pajak
Menurut Darussalam yang juga Founder DDTC, kewenangan negara untuk memungut pajak selama ini hanya dipahami dengan merujuk Pasal 23A UUD 1945 tanpa turut mempertimbangkan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
Jika kedua pasal itu dibaca secara bersamaan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak bukan hanya kewajiban kenegaraan, melainkan pengambilan sebagian harta milik rakyat oleh negara yang tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.
Lebih lanjut, dalam konteks di Indonesia, Pasal 23A UUD 1945 hanya menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain memiliki sifat yang memaksa tanpa ada ketentuan lebih lanjut mengenai prinsip-prinsip pemungutan pajak.
Namun, dalam konstitusi di banyak negara, pajak harus dipungut melalui mekanisme yang sejalan dengan prinsip-prinsip kepastian hukum dan keadilan.
"Di negara maju ada taxpayer charter, yaitu hak wajib pajak yang dilindungi konstitusi dan tak boleh dihalangi. Hak paling dasar itu. Bagaimanapun, merekalah yang mengeluarkan sebagian income untuk negara. Ini kaitannya dengan Pasal 28H," ujar Darussalam.
Namun, ada juga beberapa kalangan yang memiliki pandangan lain. Melalui Nota Keuangan APBN 2022, pemerintah berpandangan peningkatan kemenangan di Pengadilan Pajak merupakan salah satu fokus kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Seorang hakim agung MA bahkan menyatakan bahwa fokus utama dari Pengadilan Pajak ialah untuk melindungi penerimaan negara.
Namun, Darussalam menilai tugas untuk memastikan terlindunginya penerimaan negara seharusnya menjadi peran dari lembaga eksekutif, bukan lembaga yudikatif. Simak Merindukan Peran Utama Pengadilan Pajak
Untuk itu, fokus Pengadilan Pajak harus dikembalikan sesuai dengan Pasal 2 UU Pengadilan Pajak, yaitu memastikan terbukanya akses kepada keadilan (access to justice) dan terselenggaranya proses peradilan yang adil (fair trial) bagi wajib pajak. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.