KINERJA FISKAL

Penerimaan Pajak Semua Sektor Usaha Utama Masih Minus

Dian Kurniati | Senin, 23 November 2020 | 18:09 WIB
Penerimaan Pajak Semua Sektor Usaha Utama Masih Minus

Ilustrasi. Pemandangan gedung-gedung bertingkat tampak dari Petamburan, Jakarta, Selasa (28/7/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pandemi Covid-19 menyebabkan tekanan berat pada penerimaan pajak hingga Oktober 2020. Hal ini ditandai dengan kontraksi penerimaan pajak dari semua sektor usaha utama.

Sri Mulyani memaparkan data kinerja tersebut dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (23/11/2020). Pajak dari sektor industri pengolahan, yang selalu menjadi andalan penerimaan, hingga Oktober 2020 masih terkontraksi 18,08%.

"Kalau kita lihat, industri pengolahan mengalami tekanan di 26% pada bulan Oktober [saja]," katanya.

Baca Juga:
Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sri Mulyani memerinci penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan pada Oktober 2020 terkontraksi 26,19%. Posisi itu mirip dengan kinerja pada September 2020 yang terkontraksi 25,89% dan Agustus 2020 terkontraksi 25,06%.

Pada kuartal I/2020, penerimaan pajak dari sektor tersebut masih tumbuh 6,58%. Namun, pada kuartal II/2020, kinerja penerimaan terkontraksi 23,78%. Pada kuartal II/2020, penerimaan tercatat minus 25,94%.

Penerimaan pajak dari sektor perdagangan hingga akhir Oktober 2020 juga terkontraksi 19,86%. Khusus Oktober 2020, penerimaan pajaknya terkontraksi 32,56%, sedikit lebih baik dibandingkan dengan posisi September 2020 yang minus 33,97% dan Agustus 2020 minus 22,27%.

Baca Juga:
DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Kontraksi penerimaan pajak dari sektor perdagangan telah terlihat sejak kuartal I/2020 yang minus 1,00%. Pada kuartal II/2020, kontraksi makin dalam menjadi minus 23,88% dan kuartal III/2020 minus 27,86%.

Penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi hingga Oktober 2020 terkontraksi 9,8%. Sektor ini sempat bertahan pada kuartal I/2020 yang tumbuh positif 2,65%, tetapi pada kuartal II/2020 terkontraksi 6,76%. Kemudian, pada kuartal III/2020 mencapai minus 10,85%. Khusus pada Oktober 2020 saja, kontraksinya sebesar 40,87%.

"Jasa keuangan melambat pada kuartal III akibat gap antara pertumbuhan penyaluran kredit dengan pertumbuhan penghimpunan DPK (dana pihak ketiga) semakin lebar yang mengakibatkan penurunan profitabilitas," ujarnya.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Pada sektor konstruksi dan real estat, penerimaan pajaknya hingga Oktober 2020 mengalami kontraksi 20,29%. Pada Oktober 2020 saja, kontraksi penerimaan pajaknya mencapai 26,92%.

Adapun penerimaan pajak dari sektor pertambangan, kontraksi hingga Oktober 2020 mencapai 43,8%. Secara bulanan, pada Oktober 2020, penerimaan pajak dari sektor ini terkontraksi 57,0%.

Menurut Sri Mulyani, ada peluang perbaikan penerimaan pajak dari sektor usaha pertambangan seiring dengan membaiknya harga minyak Indonesia seperti yang direncanakan pada Perpres 72/2020. Adapun mengenai lifting, dia menilai angkanya sudah makin mendekati asumsi yang ditetapkan.

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Sementara itu, penerimaan pajak dari usaha transportasi pergudangan kembali mencatatkan kontraksi. Hingga Oktober 2020, kontraksi penerimaan dari sektor ini mencapai 12,65%. Pada Oktober 2020 saja, kontraksi penerimaan pajak dari sektor usaha ini sebesar 19,39%, lebih baik dibandingkan dengan kinerja pada kuartal III/2020 yang minus 27,18%.

"Penerimaan pada Oktober sudah lebih baik, minusnya 19%, yang relatif lebih baik," ujarnya. (kaw)



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses