Ilustrasi. Pemandangan gedung-gedung bertingkat tampak dari Petamburan, Jakarta, Selasa (28/7/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pandemi Covid-19 menyebabkan tekanan berat pada penerimaan pajak hingga Oktober 2020. Hal ini ditandai dengan kontraksi penerimaan pajak dari semua sektor usaha utama.
Sri Mulyani memaparkan data kinerja tersebut dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (23/11/2020). Pajak dari sektor industri pengolahan, yang selalu menjadi andalan penerimaan, hingga Oktober 2020 masih terkontraksi 18,08%.
"Kalau kita lihat, industri pengolahan mengalami tekanan di 26% pada bulan Oktober [saja]," katanya.
Sri Mulyani memerinci penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan pada Oktober 2020 terkontraksi 26,19%. Posisi itu mirip dengan kinerja pada September 2020 yang terkontraksi 25,89% dan Agustus 2020 terkontraksi 25,06%.
Pada kuartal I/2020, penerimaan pajak dari sektor tersebut masih tumbuh 6,58%. Namun, pada kuartal II/2020, kinerja penerimaan terkontraksi 23,78%. Pada kuartal II/2020, penerimaan tercatat minus 25,94%.
Penerimaan pajak dari sektor perdagangan hingga akhir Oktober 2020 juga terkontraksi 19,86%. Khusus Oktober 2020, penerimaan pajaknya terkontraksi 32,56%, sedikit lebih baik dibandingkan dengan posisi September 2020 yang minus 33,97% dan Agustus 2020 minus 22,27%.
Kontraksi penerimaan pajak dari sektor perdagangan telah terlihat sejak kuartal I/2020 yang minus 1,00%. Pada kuartal II/2020, kontraksi makin dalam menjadi minus 23,88% dan kuartal III/2020 minus 27,86%.
Penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi hingga Oktober 2020 terkontraksi 9,8%. Sektor ini sempat bertahan pada kuartal I/2020 yang tumbuh positif 2,65%, tetapi pada kuartal II/2020 terkontraksi 6,76%. Kemudian, pada kuartal III/2020 mencapai minus 10,85%. Khusus pada Oktober 2020 saja, kontraksinya sebesar 40,87%.
"Jasa keuangan melambat pada kuartal III akibat gap antara pertumbuhan penyaluran kredit dengan pertumbuhan penghimpunan DPK (dana pihak ketiga) semakin lebar yang mengakibatkan penurunan profitabilitas," ujarnya.
Pada sektor konstruksi dan real estat, penerimaan pajaknya hingga Oktober 2020 mengalami kontraksi 20,29%. Pada Oktober 2020 saja, kontraksi penerimaan pajaknya mencapai 26,92%.
Adapun penerimaan pajak dari sektor pertambangan, kontraksi hingga Oktober 2020 mencapai 43,8%. Secara bulanan, pada Oktober 2020, penerimaan pajak dari sektor ini terkontraksi 57,0%.
Menurut Sri Mulyani, ada peluang perbaikan penerimaan pajak dari sektor usaha pertambangan seiring dengan membaiknya harga minyak Indonesia seperti yang direncanakan pada Perpres 72/2020. Adapun mengenai lifting, dia menilai angkanya sudah makin mendekati asumsi yang ditetapkan.
Sementara itu, penerimaan pajak dari usaha transportasi pergudangan kembali mencatatkan kontraksi. Hingga Oktober 2020, kontraksi penerimaan dari sektor ini mencapai 12,65%. Pada Oktober 2020 saja, kontraksi penerimaan pajak dari sektor usaha ini sebesar 19,39%, lebih baik dibandingkan dengan kinerja pada kuartal III/2020 yang minus 27,18%.
"Penerimaan pada Oktober sudah lebih baik, minusnya 19%, yang relatif lebih baik," ujarnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.