Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4/2023, pemerintah mengatur besaran anggaran penerimaan pajak barang dan jasa tertentu atas tenaga listrik (PBJT-TL) yang dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan umum.
Merujuk pada Pasal 11 PP 4/2023, pemerintah kabupaten/kota diamanatkan untuk mengalokasikan anggaran penyediaan penerangan jalan umum paling sedikit 10% dari total penerimaan daerah yang didapat dari PBJT-TL.
"Hasil penerimaan PBJT atas tenaga listrik paling sedikit sebesar 10% wajib dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan umum," bunyi Pasal 11 ayat (1) PP 4/2023, dikutip pada Senin (6/2/2023).
Kegiatan penyediaan penerangan jalan umum yang didanai menggunakan hasil penerimaan PBJT-TL meliputi penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum, serta pembayaran biaya atas konsumsi tenaga listrik untuk penerangan jalan umum.
Dalam hal pemda tidak melaksanakan kewajiban itu, bakal dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Nanti, pemerintah pusat akan menyusun bagan akun standar dan/atau penandaan belanja yang didanai dari hasil penerimaan PBJT-TL sebagai upaya penyelarasan kebijakan fiskal dan pemantauan atas pemenuhan pengalokasian hasil penerimaan PBJT-TL.
Lebih lanjut, UU HKPD mengatur tarif PBJT-TL ditetapkan paling tinggi 10%. Namun, terdapat tarif PBJT khusus atas konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri atau sumber lain.
Pada konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri dan pertambangan migas, tarif PBJT-TL ditetapkan paling tinggi 3%. Untuk konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarifnya paling tinggi 1,5%.
Dasar pengenaan PBJT-TL ialah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen atas nilai jual tenaga listrik. Dalam hal tidak terdapat pembayaran, dasar pengenaan PBJT-TL dihitung berdasarkan nilai jual tenaga listrik yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Namun, UU HKPD turut mengatur jenis konsumsi tenaga listrik yang dikecualikan dari objek PBJT. Pertama, konsumsi tenaga listrik oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan penyelenggara negara lainnya.
Kedua, konsumsi tenaga listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik. Ketiga, konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis.
Keempat, konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi terkait. Kelima, konsumsi tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.