Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam National Tax Seminar 2020 bertajuk Strategies to Cover Tax Reductions During COVID-19 Pandemic by Maximizing Tax Revenue and Minimizing Tax Loss, Rabu (25/11/2020). (tangkapan layar Zoom)
JAKARTA, DDTCNews – Realisasi penerimaan pajak tahun ini diproyeksi masih tidak akan mencapai target yang sudah diturunkan dari APBN induk.
Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan DDTC Fiscal Research memiliki proyeksi realisasi penerimaan pajak, baik dalam skenario pesimis maupun optimis, yang berada di bawah target dalam Perpres 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.
“Target pajak sudah diturunkan pada tahun ini. Namun, dengan adanya dinamika ekonomi yang mengalami resesi dan ditambah prospek ke depan yang belum terlalu baik maka perhitungannya masih akan terjadi shortfall lagi,” katanya dalam National Tax Seminar 2020, Rabu (25/11/2020).
Bawono mengungkapkan proyeksi pesimis untuk realisasi penerimaan pajak pada tahun ini senilai Rp1.083,7 triliun atau 90.4% dari target dalam Perpres 72/2020. Kemudian, proyeksi optimis senilai Rp1.154,1 triliun atau mencapai 96,3% dari target.
Menurutnya, proyeksi tersebut sudah mempertimbangkan realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2020 senilai Rp826,9 triliun atau 69,0% terhadap target. Penerimaan pajak hingga Oktober 2020 tercatat masih terkontraksi 18,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dengan tertekannya kinerja penerimaan pajak tersebut, menurut Bawono, setidaknya terdapat 7 opsi kebijakan yang bisa ditempuh otoritas untuk mengoptimalkan penerimaan pada masa pemulihan ekonomi.
Pertama, membuat kebijakan insentif pajak yang tepat sasaran. Bawono menuturkan gelontoran insentif yang diberikan pemerintah juga harus didukung dengan perbaikan kepastian hukum agar tujuan untuk membantu dunia usaha dan menggenjot investasi dapat tercapai.
Kedua, melakukan digitalisasi administrasi pajak. Ketiga, mengoptimalkan pajak ekonomi digital. Saat ini, Indonesia sudah menerapkan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital. Idealnya kebijakan ini dilengkapi dengan mekanisme pajak penghasilan (PPh) yang sampai saat ini masih menunggu konsensus global.
Keempat, melakukan pemajakan atas karbon sebagai bentuk antisipasi perubahan iklim. Kelima, meningkatkan derajat kerja sama pajak global. Keenam, mengoptimalkan pemungutan pajak atas orang kaya atau high net worth individual (HNWI). Ketujuh, mengurangi tax gap.
"Jadi ada pilihan yang bisa diambil otoritas seperti mengurangi tax gap baik dari sisi kebijakan pajak maupun memperbaiki dari sisi kepatuhan yang masih rendah," terang Bawono.
Selain itu, pemerintah memiliki modal kuat untuk melakukan optimalisasi penerimaan pajak jangka panjang dengan adanya terobosan kebijakan dalam UU 11/2020 tetang Cipta Kerja.
Beleid tersebut, menurutnya, tidak hanya fokus pada kemudahan berusaha. Terobosan kebijakan yang ditekan awal November 2020 ini juga ikut mengakomodasi semangat menciptakan kepastian hukum dan kesetaraan serta mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak.
Dalam acara yang digelar Ikatan Mahasiswa Akuntansi Tarumanagara ini, Bawono mengatakan agenda pemulihan penerimaan pajak dalam jangka pendek perlu dilakukan secara hati-hati.
Pasalnya, pemulihan penerimaan pajak tidak berjalan paralel dengan laju pemulihan ekonomi. Dengan demikian, perlu penyusunan kebijakan yang matang agar optimalisasi penerimaan pajak tidak mendistorsi kegiatan ekonomi pascapandemi.
"Bila lihat tren krisis sebelumnya, ketika ekonomi bisa pulih dalam 1-2 tahun maka pemulihan penerimaan pajak membutuhkan waktu lebih lama. Jadi pemerintah tidak bisa buru-buru mengoptimalkan penerimaan pajak. Ini menjadi tantangan dalam melakukan konsolidasi fiskal dan perlu langkah antisipasi dalam kerangka kebijakan fiskal jangka panjang," jelasnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.