KEBIJAKAN CUKAI

Penerimaan CHT Tak Bisa Jadi Patokan Keberhasilan Pengendalian Rokok

Dian Kurniati | Kamis, 08 Juni 2023 | 17:45 WIB
Penerimaan CHT Tak Bisa Jadi Patokan Keberhasilan Pengendalian Rokok

Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji.

JAKARTA, DDTCNews - Tren penurunan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tak bisa jadi patokan keberhasilan pengendalian konsumsi rokok di tengah masyarakat.

Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif CHT telah mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Tarif cukai yang naik pun hanya membuat konsumen beralih ke produk hasil tembakau yang dikenai cukai lebih rendah.

"Ketika kita bicara bahwa penerimaan cukai hasil tembakau turun, bukan berarti produksinya yang tercatat juga turun. Bisa juga ada behaviour konsumen yang berubah," katanya dalam webinar bertajuk Menilik Akar Penurunan Penerimaan Negara dari CHT dan Implikasinya ke Konsumsi, Kamis (8/6/2023).

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Berdasarkan data pemerintah, Bawono mengungkapkan, penerimaan CHT hingga April 2023 menunjukkan kontraksi sebesar 5,16%. Padahal, CHT selama ini dikenal sebagai pos penerimaan yang relatif stabil. Artinya, penurunan penerimaan yang terjadi perlu menjadi perhatian pemerintah, mengingat porsinya mencapai 11,8% dari total penerimaan perpajakan.

Dia menjelaskan cukai memang menjadi salah satu instrumen yang biasa digunakan untuk mengendalikan produksi dan konsumsi barang yang memiliki eksternalitas negatif, termasuk rokok. Meski demikian, kebijakan menaikkan tarif cukai juga harus dilakukan secara hati-hati agar tujuan pengendalian konsumsi rokok dan penerimaan negara dapat tercapai secara efektif.

Menurutnya, penyusunan kebijakan mengenai cukai hasil tembakau tidak bisa dilakukan secara sederhana. Di Indonesia, tarif cukai rokok diatur dalam 8 lapisan dengan memperhatikan jenis, metode pembuatan, serta jumlah produksi.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Apabila rokok dikenakan tarif cukai yang tinggi, perilaku konsumen dapat berubah dengan mencari produk alternatif, menggunakan produksi substitusi, atau bahkan memilih produk ilegal. Kondisi ini terjadi karena keputusan untuk mengonsumsi rokok dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yakni harga produk dan pendapatan masyarakat.

Menurutnya, fenomena tersebut justru menunjukkan bahwa cukai tidak bisa dijadikan instrumen tunggal untuk mengendalikan produksi rokok. Tujuan pengendalian produksi rokok tersebut perlu didukung instrumen lain seperti penegakan hukum yang lebih kuat terhadap rokok ilegal.

"Kalau semisal kita salah mendesain dan tidak ada penegakan hukum atau audit, bisa jadi tujuan penerimaan, pengendalian konsumsi, dan bisnisnya tidak tercapai semua," ujarnya.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senada dengan Bawono, Kepala Laboratorium Ekonomi DEB UGM Kun Haribowo pun memandang perilaku konsumsi masyarakat rentan terpengaruh dengan kebijakan kenaikan tarif CHT. Dalam analisisnya, produksi rokok golongan I menjadi yang paling elastis terhadap kenaikan tarif cukai.

Sebagai masyarakat yang rasional, ujar Kun, konsumen akan memilih rokok yang harganya sesuai dengan kondisi ekonominya. Sayangnya, penurunan produksi rokok golongan I ini tidak dapat dikompensasi oleh kenaikan produksi golongan II dan III sehingga penerimaan CHT secara keseluruhan menjadi kontraksi.

"Dengan harga yang separuh antara golongan I dan golongan II, ada potensi pergeseran konsumsi rokok dari golongan I ke golongan II atau mungkin dari golongan II ke golongan III," katanya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201