PENERIMAAN BEA

Penerimaan Bea Turun, Sri Mulyani Sebut Ada Efek Virus Corona

Dian Kurniati | Kamis, 20 Februari 2020 | 09:30 WIB
Penerimaan Bea Turun, Sri Mulyani Sebut Ada Efek Virus Corona

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (foto: kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews—Kementerian Keuangan mencatat penerimaan bea sepanjang Januari 2020 turun 15% menjadi Rp2,9 triliun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,4 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan China adalah salah satu pasar terbesar ekspor impor Indonesia. Namun saat ini, ekonomi China sedang terganggu isu virus Corona, sehingga berdampak terhadap aktivitas ekspor impor mereka.

Alhasil, terganggunya geliat perdagangan Indonesia-China membuat penerimaan bea menjadi seret. Sepanjang Januari, bea masuk turun 9% menjadi Rp2,81 triliun dan c

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

"(Penerimaan bea masuk) ini sesuai dengan impor kita yang terkontraksi karena Coronavirus, menjadi negative growth di bulan Januari. Bea keluar juga kontraksi," katanya di Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Selain virus Corona, lanjut Sri Mulyani, ada penyebab lainnya yang membuat penerimaan bea seret yaitu pelarangan ekspor mineral mentah nikel. Alhasil, kontraksi penerimaan bea menjadi sulit untuk dihindari.

Namun demikian, realisasi penerimaan bea bisa ditutupi oleh penerimaan cukai. Sepanjang Januari, penerimaan cukai melesat 213% menjadi Rp1,52 triliun. Dengan demikian, total penerimaan bea dan cukai menjadi Rp4,4 triliun, atau tumbuh 14%.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selain bea, penerimaan negara dari impor lainnya juga ikut berkontraksi. PPN impor misal, turun 12% menjadi Rp11,65 triliun. Kemudian, PPh pasal 22 impor turun 7,43% menjadi Rp4,5 triliun.

Menariknya, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) impor justru tumbuh 2% menjadi Rp112,7 triliun.

Sri Mulyani menambahkan pemerintah akan terus mewaspadai dampak Corona terhadap ekonomi nasional hingga beberapa bulan ke depan, termasuk perkembangan ekonomi China selaku negara terbesar ke-2 di dunia setelah AS. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja