Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Adanya fitur monitoring dalam layanan e-Pbk akan mempermudah wajib pajak dalam proses pemindahbukuan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (1/11/2022).
Pelaksana Seksi Pemutakhiran TKB Direktorat P2Humas Ditjen Pajak (DJP) Darmawan Sidiq mengatakan dengan fitur monitoring, wajib pajak dapat memantau perkembangan permohonan pemindahbukuan secara elektronik melalui e-Pbk pada DJP Online.
“Fitur monitoring ini akan membantu Kawan Pajak. Tinggal login ke situs pajak [DJP Online] untuk melihat permohonannya sudah selesai atau belum. Tidak harus lagi nelpon-nelpon ke kantor pajak,” ujarnya.
Selain kemudahan, penggunaan e-Pbk juga dinilai akan menghemat biaya (cost). Menurut Darmawan, adanya alternatif pengajuan pemindahbukuan secara online dapat mereduksi biaya yang biasanya dikeluarkan wajib pajak dalam proses manual.
Sebagai informasi, hingga saat ini, DJP masih memberikan pembatasan atau limitasi dalam uji coba pemindahbukuan secara online melalui e-Pbk untuk 10 KPP. Simak perinciannya pada artikel ‘Masih Ada Pembatasan Penggunaan e-Pbk oleh Wajib Pajak, Apa Saja?’.
Selain fitur monitoring pada layanan e-Pbk, ada pula ulasan terkait dengan adanya potensi penerimaan pajak dari kebijakan visa rumah kedua (second home visa). Kemudian, ada bahasan tentang pemberian insentif fiskal alat kesehatan dan vaksin dalam penanganan pandemi Covid-19.
Meskipun pemindahbukuan bisa diajukan secara online melalui e-Pbk, DJP menegaskan ketentuan jangka waktu tetap mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) layanan unggulan di bidang perpajakan. Ketentuan ini diatur dalam (KMK) 601/2020.
“Di sini [permohonan pemindahbukuan melalui e-Pbk] sama dengan manual. Ada di SOP layanan unggulan Kemenkeu, untuk prosesnya paling lama 21 hari," ujar Pelaksana Seksi Pemutakhiran TKB Direktorat P2Humas DJP Darmawan Sidiq. (DDTCNews)
Kebijakan second home visa akan memberikan potensi penerimaan pajak penghasilan bagi Indonesia. Direktur P2Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan seorang warga negara asing (WNA) bakal berkewajiban membayar pajak di Indonesia bila persyaratan subjektif dan objektifnya terpenuhi.
"Pada Pasal 2 ayat (3) UU PPh dijelaskan bahwa WNA akan menjadi subjek pajak dalam negeri dalam hal berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan atau berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia," ujar Neilmaldrin.
Selanjutnya, persyaratan objektif terpenuhi bila subjek pajak memperoleh penghasilan. Neilmaldrin mengatakan penjelasan mengenai jenis-jenis penghasilan yang menjadi objek pajak tersebut telah dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh. (DDTCNews)
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan meskipun kasus Covid-19 menurun, insentif fiskal terkait dengan alat kesehatan dan vaksin akan tetap diberikan sepanjang pandemi masih berstatus bencana nasional.
“Fasilitas untuk alkes masih diberikan berdasarkan PMK 34/2020 dan perubahan-perubahannya sampai dengan adanya penetapan mengenai berakhirnya status bencana non-alam Covid-19 sebagai bencana nasional," katanya.
Dia menjelaskan pada saat ini tengah diajukan RPMK perubahan keempat untuk penyesuaian kode HS daftar barang-barang yang diberikan fasilitas. Proses penyusunan RPMK tersebut mempertimbangan evaluasi bersama dengan BNPB, Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Kementerian Perindustrian.
Adapun untuk vaksin Covid-19, pemerintah memberikan insentif fiskal berdasarkan PMK 188/2020. Nirwala menyebut hingga saat ini juga belum terdapat rencana pencabutan PMK vaksin. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah modal utama untuk mencapai pembangunan yang inklusif. Dalam hal ini, pemerintah juga telah menyediakan insentif pajak agar sektor swasta terlibat melalui pemberian pelatihan vokasi.
"Saya berharap agar pelatihan vokasi mempunyai peran penting dalam pembangunan SDM di masa mendatang," katanya. (DDTCNews)
Ada beberapa kondisi yang melatarbelakangi pemberhentian dari jabatan fungsional pemeriksa pajak. Berdasarkan pada Pasal 40 ayat (1) PMK 131/2022, pemberhentian dari jabatan fungsional pemeriksa pajak ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sesuai dengan Pasal 40 ayat (2) PMK 131/2022, pemeriksa pajak diberhentikan dari jabatannya apabila mengundurkan diri dari jabatan; diberhentikan sementara sebagai PNS; atau menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Pemeriksa pajak juga dapat diberhentikan dari jabatannya jika menjalani tugas belajar lebih dari 6 bulan; ditugaskan secara penuh pada jabatan pimpinan tinggi atau jabatan administrasi; atau tidak memenuhi persyaratan jabatan. Simak ‘Jika Ini Terjadi, Pemeriksa Pajak Diberhentikan dari Jabatannya’. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.