KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah Perlu Terapkan Strategi ‘Relaksasi-Partisipasi’, Apa Itu?

Redaksi DDTCNews | Jumat, 13 Desember 2019 | 17:09 WIB
Pemerintah Perlu Terapkan Strategi ‘Relaksasi-Partisipasi’, Apa Itu?

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji dalam konferensi pers 'Tantangan & Outlook Pajak 2020: Antara Relaksasi & Mobilisasi', Jumat (13/12/2019).

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah perlu mempersiapkan skenario pendukung untuk menjamin omnibus law perpajakan bisa berpengaruh signifikan bagi ekonomi tanpa menganggu penerimaan tahun berjalan.

Hal ini disampaikan Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji dalam konferensi pers 'Tantangan & Outlook Pajak 2020: Antara Relaksasi & Mobilisasi', Jumat (13/12/2019). Pasalnya, dampak bagi perilaku wajib pajak dan penerimaan jangka pendek perlu diwaspadai.

“Oleh karena itu diperlukan strategi baru yang dinamakan ‘Relaksasi-Partisipasi’. Artinya, relaksasi pajak harus dilakukan secara bersyarat dan mengharapkan timbal balik secara langsung berupa partisipasi masyarakat dalam sistem pajak atau ekonomi,” jelasnya.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Bawono menekankan relaksasi dalam sistem pajak mencakup hukum, kebijakan, dan/atau administrasinya. Adapun strategi ‘Relaksasi-Partisipasi’ tersebut bisa diterapkan oleh otoritas melalui empat hal.

Pertama, relaksasi dipertukarkan dengan ‘memaksa’ partisipasi wajib pajak untuk menggerakkan perekonomian. Kedua, relaksasi yang dipertukarkan dengan ‘memaksa’ wajib pajak untuk memberikan data dan informasi.

Ketiga, relaksasi dipertukarkan dengan ‘memaksa’ wajib pajak untuk patuh. Keempat, relaksasi yang dipertukarkan dengan ‘memaksa’ wajib pajak untuk berkontribusi dalam pembayaran pajak.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Menurut Bawono, strategi ‘Relaksasi-Partisipasi’ sebaiknya dilakukan dalam konteks pembaruan sistem pajak yang mencerminkan lima aspek, yaitu paradigma kepatuhan kooperatif, kebijakan pajak yang stabil dan partisipatif, transparansi, simplifikasi sistem pajak, serta dukungan teknologi informasi yang mumpuni.

Selain itu, strategi tersebut memerlukan kelembagaan otoritas pajak yang kuat, inklusi pajak berkesinambungan, serta kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, seperti akademisi, pengadilan pajak, konsultan pajak, instansi pemerintah lainnya, pemerintah daerah, dan sebagainya.

“Kunci keberhasilannya juga sangat tergantung pada komitmen dan kepemimpinan politik,” imbuh Bawono.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Dia mengatakan omnibus law haruslah dipandang sebagai bagian dari pembenahan ekonomi secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan. Dengan demikian, upaya untuk membenahi persoalan ekonomi sejatinya tidak hanya dibebankan kepada sektor pajak.

Pembenahan ekonomi juga menyangkut pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, penciptaan lapangan pekerjaan, kebijakan moneter, kestabilan politik, hukum, dan keamanan, sinkronisasi dengan iklim investasi daerah, dan sebagainya.

Instrumen pajak, sambungnya, bukanlah satu-satunya obat mujarab untuk persoalan ekonomi. Instumen ini harus dijalankan dengan instrumen kebijakan lainnya. Asumsi bahwa adanya relaksasiakan mendorong ekonomi hanya akan berpengaruh secara signifikan jika dibarengi dengan kerja sama dan gotong royong dari sektor lainnya.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

“Perjuangan untuk menempatkan pajak dalam pusaran agenda pembangunan nasional harus dimulai. Pendulum yang lebih banyak berpihak kepada relaksasi harus diimbangi dengan upaya menjamin partisipasi membayar pajak,” jelas Bawono.

Kajian DDTC Fiscal Research mengenai strategi ‘Relaksasi-Partisipasi’ juga dapat Anda baca di majalah InsideTax edisi ke-41 bertajuk ‘Antara Relaksasi dan Mobilisasi’. Anda bisa men-download InsideTax secara gratis di sini. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN