BERITA PAJAK SEPEKAN

Pemeriksa Bisa Hitung Omzet Pakai Cara Lain, Kabar Integrasi NIK-NPWP

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 18 November 2023 | 10:15 WIB
Pemeriksa Bisa Hitung Omzet Pakai Cara Lain, Kabar Integrasi NIK-NPWP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemeriksa memiliki kewenangan menghitung peredaran bruto wajib pajak dengan cara lain jika wajib pajak tidak/tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan/pembukuan atau tidak/tidak sepenuhnya memperlihatkan pencatatan/pembukuan. Topik ini mencapat cukup banyak perhatian dari netizen sepanjang pekan ini. 

Merujuk pada PMK 15/2018, cara lain yang digunakan untuk menghitung peredaran bruto wajib pajak antara lain menggunakan metode transaksi tunai dan nontunai, sumber dan penggunaan dana, satuan dan volume, penghitungan biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan SPT atau pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, atau penghitungan rasio.

Dalam PMK tersebut, 8 cara lain untuk menghitung peredaran bruto dijelaskan secara lebih terperinci. Apa saja? Simak artikel lengkapnya, 'Pemeriksa Pajak Punya Wewenang Hitung Omzet WP Pakai Cara Lain'.

Selanjutnya, topik lain yang juga cukup mendapat sorotan warganet adalah update terkini tentang kepastian implementasi pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara penuh. 

Ditjen Pajak (DJP) memutuskan mengundurkan implementasi penuh NIK-NPWP ke pertengahan 2024. 

Menurut Ditjen Pajak (DJP), penggunaan NIK sebagai NPWP membutuhkan beragam pengujian dan habituasi bagi wajib pajak sebelum akhirnya bisa diimplementasikan secara penuh.

"Sebagai langkah implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP dalam berbagai layanan administrasi perpajakan, direncanakan DJP akan melakukan pengujian dan habituasi bagi wajib pajak sebelum akhirnya dilakukan implementasi penuh pada pertengahan tahun 2024," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) DJP Dwi Astuti.

Simak artikel lengkapnya, 'Soal Implementasi Penuh NIK Jadi NPWP, DJP: Pertengahan 2024'.

Selain dua artikel di atas, masih ada sejumlah topik pemberitaan yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, perkembangan terkini tentang aturan teknis insentif PPN rumah DTP, proses validasi NIK-NPWP, hingga kepastian penerapan NITKU. 

Berikut ulasan pemberitaan pajak populer dalam sepekan, selengkapnya. 

1. DJP Sebut AR Bisa Ditunjuk sebagai Petugas Pemeriksa Pajak

Terhadap Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang tidak direspons oleh wajib pajak, Ditjen Pajak (DJP) bisa menindaklanjuti dengan pemeriksaan.

Kasubdit Humas Perpajakan DJP Inge Diana Rismawanti mengatakan pemeriksaan bisa dilakukan oleh pejabat fungsional pemeriksa pajak atau petugas pemeriksa pajak. Adapun petugas pemeriksa pajak merupakan PNS di lingkungan DJP, selain pejabat fungsional pemeriksa pajak, yang ditunjuk.

“Petugas pemeriksa pajak ini bisa ditunjuk oleh kepala unit pemeriksa pajak, baik itu dari account representative (AR) maupun pelaksana. Jadi, jangan kaget kalau tiba-tiba ada satu orang kemarin jadi AR, sekarang jadi pemeriksa karena itu memungkinkan,” ujar Inge.

2. NIK Tak Dapat Divalidasi dengan NPWP, WP Diminta Jangan Panik

DJP meminta wajib pajak tidak panik apabila menemukan NIK yang tidak valid pada DJP Online.

Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jateng II Surono mengatakan validasi NIK sebagai NPWP pada orang pribadi dapat dilakukan dengan mengisi sejumlah data. Apabila ada data yang perlu diubah, wajib pajak juga dapat mendatangi KPP terdekat.

"Pada saat misalkan ternyata kok tidak valid, jangan langsung kaget atau takut karena memang ini yang kita harapkan dengan kita punya waktu sampai akhir tahun itu bisa diselesaikan dengan segera," katanya.

3. WP Tunggu-Tunggu Aturan Insentif PPN Rumah DTP, Begini Kata DJP

Pemerintah berencana memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah mulai bulan ini. Insentif PPN DTP ini akan diberikan untuk rumah seharga di bawah Rp2 miliar.

Sejumlah wajib pajak pun menantikan diterbitkannya peraturan mengenai pemberian insentif PPN rumah DTP tersebut. Namun, DJP menjelaskan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur pemberian insentif ini belum tersedia.

"Saat ini belum ada ketentuan perpajakan terbaru yang mengatur. Silakan ditunggu sampai terbit peraturan terbaru yang mengatur hal tersebut ya," bunyi cuitan akun X @kring_pajak.

4. SP2DK Bisa Berujung Pencabutan Insentif Pajak, Begini Tahapannya

DJP dapat meninjau ulang atau bahkan mencabut fasilitas pajak secara jabatan terhadap wajib pajak penerima surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK).

Bila dalam laporan hasil permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (LHP2DK) disimpulkan wajib pajak terindikasi melanggar ketentuan terkait fasilitas pajak yang diterima, petugas pajak dapat merekomendasikan perubahan fasilitas pajak secara jabatan.

"Pengusulan perubahan administrasi layanan dan/atau fasilitas perpajakan wajib pajak secara jabatan…dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang mengatur layanan dan/atau fasilitas perpajakan tersebut," bunyi SE-05/PJ/2022.

5. Bukan 1 Januari 2024, NITKU Diterapkan Bersamaan dengan Coretax

Ditjen Pajak (DJP) mengungkapkan nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU) tidak akan langsung diimplementasikan secara penuh pada 1 Januari 2024.

NITKU bagi wajib pajak cabang akan diimplementasikan secara penuh bersamaan dengan coretax administration system. Adapun coretax administration system baru akan diimplementasikan pada pertengahan tahun depan.

"NITKU bagi wajib pajak badan cabang akan diimplementasikan secara penuh bersamaan dengan coretax administration system," ungkap Dwi Astuti. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Senin, 23 Desember 2024 | 18:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Sebut Top-up e-Money Juga Bakal Kena PPN 12 Persen Tahun Depan

Senin, 23 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Begini Penjelasan DJP terkait Pembayaran via QRIS dan Aturan PPN-nya

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra