KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Hukum Pajak dalam Tatanan Demokrasi

Hamida Amri Safarina | Jumat, 12 Maret 2021 | 12:30 WIB
Pembentukan Hukum Pajak dalam Tatanan Demokrasi

PAJAK dan demokrasi sebenarnya merupakan dua hal yang berkesinambungan dan saling memengaruhi. Dalam sistem demokrasi, pajak dikenal sebagai suatu kesepakatan antara negara dan masyarakat sebagai wajib pajak. Kemudian, melalui proses demokrasi tersebut, kebijakan pajak yang tepat dapat dilegitimasi.

Saat ini, demokrasi dinilai sebagai sistem yang tepat untuk menjamin kontribusi masyarakat dalam membayar pajak. Melalui demokrasi, kepatuhan pajak yang selama ini menjadi kebutuhan setiap negara dapat diwujudkan. Demokrasi juga mendorong para pemangku kepentingan di suatu negara untuk saling berkoordinasi untuk mencapai kebijakan yang tidak berat sebelah.

Literatur mengenai demokrasi secara umum sebenarnya sudah banyak ditemukan. Namun, literatur yang mengaitkan peran demokrasi dalam melegitimasi hukum pepajakan dan menguraikannya secara komprehensif masih sangat jarang.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Agustin Jose Menendez merupakan salah satu akademisi yang membahas materi tersebut melalui bukunya yang berjudul Justifying Taxes: Some Elements for a General Theory of Democratic Tax Law. Buku tersebut terbit pada 2010 dan terdiri atas 9 bab.

Buku setebal 367 halaman ini menawarkan 4 hal. Pertama, landasan demokratis yang menjadi pondasi dari kerangka hukum pajak. Kedua, kontribusi pengetahuan sosiologi hukum dan demokrasi atas legitimasi hukum pajak. Ketiga, sejarah pemungutan pajak. Keempat, justifikasi dan legitimasi atas pemungutan pajak

Pada bagian awal, penulis menguraikan terlebih dahulu mengenai teori demokrasi dalam kaitannya dengan hukum pajak. Menurutnya, norma perpajakan timbul dari proses demokrasi oleh rakyat yang melegitimasi kebijakan perpajakan. Dalam teori umum, demokrasi dalam hukum pajak harus didasarkan pada 3 hal.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Pertama, konstruktivisme etis. Prinsip keadilan tidak digambarkan sebagai hasil dari suatu keinginan. Keadilan direpresentasikan sebagai hasil dari suatu prosedur konstruktif berdasarkan pada alasan praktis atau komunikatif. Namun, verifikasi empiris bukanlah satu-satunya kriteria dalam menentukan kebenaran.

Kedua, demokrasi deliberatif. Model demokrasi yang legitimitasi hukumnya diperoleh dari diskursus yang terjadi dalam dinamika masyarakat sipil agar partisipasi masyarakat dalam pembentukan aspirasi dapat dihargai secara setara. Norma tindakan yang umum harus dinyatakan sah dan dipercayai masing-masing individu. Dalam teori ini, keputusan musyawarah kebutuhan paling ideal yang disepakati masyarakat.

Ketiga, post-positivisme. Menurut teori ini, konsep hukum yang lengkap atau menyeluruh harus mencakup teori dan praktik. Artinya, hukum tidak akan berjalan apabila hubungan antara teori dan realitas tidak berjalan berkesinambungan. Lebih jauh lagi, dapat diartikan juga terdapat kaitan antara etika dan demokrasi deliberatif tersebut dengan konseptualisasi hukum.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Menurut penulis, pajak dapat dipahami sebagai peralihan sumber daya dari individu ke lembaga publik. Transfer sumber daya tersebut kemudian digunakan lembaga publik untuk menyediakan layanan bagi masyarakat.

Adapun dalam pemungutannya, pajak dikenakan secara memaksa. Unsur paksaan tersebut dapat digambarkan dari pembentukan peraturan yang mewajibkan masyarakat untuk membayar pajak. Sifat memaksa tersebut yang dapat menjadi salah satu kunci untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Peraturan itu sendiri merupakan hasil pembahasan antara pemerintah dan masyarakat melalui forum musyawarah. Dalam konteks ini, wajib pajak diwakili oleh pihak tertentu sebagai perwakilan rakyat untuk memengaruhi proses pembentukan kebijakan pajak yang dinilai dapat menciptakan kesejahteraan dan tidak merugikan masyarakat.

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Oleh karena itu, dalam buku ini, Menendez menekankan pentingnya untuk mempertahankan prinsip tersebut karena tidak sepatutnya ada pajak tanpa representasi (no taxation without representation). Selain itu, penulis juga menjelaskan secara komprehensif justifikasi pemungutan pajak dan kewajiban membayar pajak dalam 3 bab dan sejarah pemungutan pajak.

Buku ini dapat dijadikan sebagai referensi menarik, khususnya bagi akademisi, pemerintah, dan masyarakat yang ingin mengetahui filosofi pemungutan pajak dan pembentukan aturannya. Tertarik membaca buku ini? Silakan baca langsung di DDTC Library. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 09:12 WIB LITERATUR PAJAK

Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra