Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji dalam Dialogue KiTa bertajuk ‘Peningkatan Investasi melalui P3B’, Jumat (7/2/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Pembaruan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dinilai menjadi bagian dari upaya untuk menjamin keselarasan dengan kebijakan yang tengah dilakukan pemerintah di tataran domestik.
Hal ini disampaikan oleh Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji dalam Dialogue KiTa bertajuk ‘Peningkatan Investasi melalui P3B’ yang diadakan oleh Kemenkeu. Menurutnya, pembaruan P3B Indonesia dan Singapura juga sejalan dengan sejumlah relaksasi kebijakan yang dilakukan.
Menurutnya, untuk meningkatkan daya saing, perubahan pada tataran domestik juga harus diikuti oleh perubahan dalam perjanjian pajak internasional dengan negara lain. Hal ini diperlukan agar kebijakan domestik dan perjanjian dengan negara lain sejalan.
“Pembaruan P3B juga menjamin keselarasan dengan upaya relaksasi yang dilakukan oleh pemerintah, Bagaimanapun, kebijakan P3B seharusnya selaras dengan kebijakan pajak yang terjadi saat ini,” katanya, Jumat (7/2/2020).
Dia mengatakan amendemen P3B juga akan membawa angin segar bagi para investor dan calon investor untuk masuk ke Indonesia. Hal ini juga memberi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan jumlah investasi di masa mendatang.
Apalagi, sambungnya, Singapura selama ini sebagai investment hub dan ‘gerbang’ investasi global. Dengan demikian, P3B diharapkan bisa menjadi ‘pelumas’ masuknya aliran investasi ke Tanah Air dengan berbagai fitur yang disediakan.
Bawono mengungkapkan saat ini telah terjadi kompetisi untuk memperebutkan modal. Kompetisi itu tidak jarang menggunakan instrumen pajak, baik melalui tarif pajak badan, insentif pajak, sistem pajak (worldwide versus territorial), maupun P3B.
Pemerintah melalui rancangan omnibus law perpajakan juga tengah mempersiapkan sejumlah relaksasi pajak, salah satunya adalah penurunan tarif PPh badan. Selain itu, ada pula rencana penghapusan PPh atas dividen yang diinvestasikan ke Tanah Air.
Semangat relaksasi itu juga dimuat dalam amendemen P3B Indonesia dan Singapura. Kedua negara sepakat untuk menurunkan tarif pajak royalti dan branch profit tax. Tarif pajak royalti dari sebelumnya 15% diturunkan menjadi dua lapis, yaitu 10% dan 8%. Tarif branch profit tax diturunkan dari 15% menjadi 10%.
Selain itu, ada penghapusan klausul most favoured nation (MFN) atau perlakuan yang sama untuk semua anggota dalam pengaturan perpajakan kontrak bagi hasil (production sharing contracts) dan kontrak karya (contract of work) terkait sektor minyak, gas, dan pertambangan. Simak artikel ‘Resmi dari DJP, Ini Pokok-Pokok Pembaruan P3B Indonesia & Singapura’.
Bawono memaparkan setidaknya ada empat tujuan P3B. Selain untuk menarik investasi, P3B juga ditujukan untuk mencegah penghindaran pajak berganda, pembagian pemajakan, dan mencegah penghindaran pajak.
Dengan semakin banyaknya P3B yang ada saat ini, sambung Bawono, ada tren peningkatan renegosiasi P3B secara bilateral.
Sekadar informasi, ada tiga narasumber dalam Dialogue KiTa kali ini. Selain B. Bawono Kristiaji, ada pula Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofyanto Kurniawan dan Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.