Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofyanto Kurniawan dalam acara Dialogue KiTa bertajuk ‘Peningkatan Investasi melalui P3B’, Jumat (7/2/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Kesepakatan pembaruan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura akan menjadi benchmark untuk melakukan renegoisasi P3B Indonesia dengan negara lain.
Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofyanto Kurniawan dalam acara Dialogue KiTa bertajuk ‘Peningkatan Investasi melalui P3B’. Kesepakatan yang telah melalui lima kali perundingan diharapkan mampu berdampak positif bagi perekonomian.
“Kita harapkan iklim invetasi lebih menarik. P3B Indonesia dengan Singapura ini menjadi penting karena akan menjadi benchmark renegosiasi P3B Indonesia dengan negara lain,” katanya, Jumat (7/2/2020).
Apalagi, sambungnya, selama ini posisi Singapura sebagai investment hub. Artinya, investasi global masuk ke Singapura terlebih dahulu sebelum kemudian masuk ke negara lain, termasuk Indonesia. Dengan demikian, investasi dari Singapura yang masuk ke sini tidak hanya murni dari Negeri Singa.
Hingga saat ini, Singapura masih menduduki peringkat pertama asal investasi yang masuk ke Tanah Air. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi asal Singapura pada 2019 mencapai US$6,5 miliar atau sebesar 23,1% dari total investasi asing yang masuk.
Rofyanto mengatakan hingga saat ini, foreign direct investment (FDI) dari Singapura ke Indonesia yang sangat kuat berada di sektor manufaktur, pertambangan, dan jasa keuangan. Di sisi lain, Indonesia masih memiliki ketergantungan impor migas yang cukup besar.
“Kita ingin P3B ini untuk meningkatkan investasi ke Indonesia dengan tujuan jangan sampai pengusaha dipajaki di negara asal dan negara tujuan investasi. Ini akan berikan kenyamanan untuk berinvestasi sehingga kita perlu atur pasal penghindaran pajak dan pengelakan pajak,” jelasnya.
Dalam P3B ini, sambungnya, ada fasilitas yang cukup beragam dengan tujuan agar bisa mendorong investasi. Dengan tercapainya negosiasi P3B ini, sambungnya, diharapkan akan membawa dampak positif dalam menarik investasi dan menutup celah kegiatan penghindaran pajak.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam amendemen P3B yang sudah ada sejak 1990 ini, kedua negara sepakat untuk menurunkan tarif pajak royalti dan branch profit tax. Tarif pajak royalti dari sebelumnya 15% diturunkan menjadi dua lapis, yaitu 10% dan 8%. Tarif branch profit tax diturunkan dari 15% menjadi 10%.
Selain itu ada penghapusan klausul most favoured nation (MFN) atau perlakuan yang sama untuk semua anggota dalam pengaturan perpajakan kontrak bagi hasil (production sharing contracts) dan kontrak karya (contract of work) terkait sektor minyak, gas, dan pertambangan. Simak artikel ‘Resmi dari DJP, Ini Pokok-Pokok Pembaruan P3B Indonesia & Singapura’.
Sekadar informasi, ada tiga narasumber dalam Dialogue KiTa kali ini. Selain Rofyanto, ada pula Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol, dan Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.