Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Guna meningkatkan investasi dan mendorong ekspor, pemerintah menawarkan insentif fiskal kepada investor di Tempat Penimbunan Berikat (TPB), salah satunya melalui kawasan berikat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131/2018, Kawasan Berikat adalah TPB yang digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang dari tempat lain dalam daerah pabean. Barang-barang ini diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
TPB merupakan bangunan, tempat, atau area yang memenuhi persyaratan tertentu untuk menimbun barang dengan tujuan mendapatkan penangguhan bea masuk. Adapun kawasan berikat merupakan area pabean yang sepenuhnya diawasi oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
Di kawasan berikat, terdapat 2 badan hukum yang bertugas untuk menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan kegiatan di kawasan tersebut.
Pertama, Penyelenggara Kawasan Berikat yang bertugas menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan. Kedua, Pengusaha Kawasan Berikat yang bertugas untuk melaksanakan dan mengelola kegiatan tersebut.
Untuk dapat ditetapkan sebagai kawasan berikat, terdapat kriteria yang harus dipenuhi, seperti harus berlokasi di kawasan industri atau kawasan budidaya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Lalu, kawasan tersebut harus memiliki luas minimal 10.000 meter persegi.
Lebih lanjut, PMK 131/2018 juga mengatur terkait dengan tempat yang dijadikan kawasan berikat dan pengolahan barang di dalamnya. Dalam kawasan berikat, terdapat beberapa fasilitas perpajakan yang disediakan.
Fasilitas tersebut meliputi insentif penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM, dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Adapun PDRI ini meliputi PPN, PPnBM, serta PPh Pasal 22 atas impor.
Contoh kawasan berikat di Indonesia ialah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang terletak di Jakarta dan Tanjung Emas Export Processing Zone (TEPZ) di sekitar pelabuhan Tanjung Emas, serta kawasan berikat di Pulau Batam.
Berdasarkan Pasal 16B ayat (1) UU PPN, fasilitas PPN bisa berupa tidak dipungutnya sebagian atau seluruh PPN terutang atau pembebasan dari pengenaan pajak, khususnya untuk kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean, seperti kawasan berikat.
PMK 65/2021 menyebutkan bahwa selain fasilitas PPN, pengusaha kawasan berikat juga bisa memanfaatkan fasilitas perpajakan lain seperti penangguhan bea masuk dan pembebasan cukai, dan tidak dipungut PDRI.
Untuk memperoleh fasilitas perpajakan tersebut, penyelenggara dan pengusaha kawasan berikat harus memiliki izin dari kantor wilayah atau persetujuan dari pejabat Bea dan Cukai.
Panduan pajak berjudul Penyerahan Barang di Kawasan Berikat di Perpajakan DDTC telah mengulas aspek perpajakan atas penyerahan barang di kawasan berikat. Berikut beberapa hal yang diulas dalam panduan:
Untuk menyimak panduan pajak di platform Perpajakan DDTC, Anda bisa mengakses laman berikut: https://perpajakan.ddtc.co.id/panduan-pajak/pajak-transaksi/penyerahan-barang-di-kawasan-berikat (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.