LITERATUR PAJAK

Pelajari Kawasan Berikat dan Fasilitas Perpajakannya, Cek Panduannya

Redaksi DDTCNews | Rabu, 15 Mei 2024 | 10:00 WIB
Pelajari Kawasan Berikat dan Fasilitas Perpajakannya, Cek Panduannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Guna meningkatkan investasi dan mendorong ekspor, pemerintah menawarkan insentif fiskal kepada investor di Tempat Penimbunan Berikat (TPB), salah satunya melalui kawasan berikat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131/2018, Kawasan Berikat adalah TPB yang digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang dari tempat lain dalam daerah pabean. Barang-barang ini diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.

TPB merupakan bangunan, tempat, atau area yang memenuhi persyaratan tertentu untuk menimbun barang dengan tujuan mendapatkan penangguhan bea masuk. Adapun kawasan berikat merupakan area pabean yang sepenuhnya diawasi oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Di kawasan berikat, terdapat 2 badan hukum yang bertugas untuk menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan kegiatan di kawasan tersebut.

Pertama, Penyelenggara Kawasan Berikat yang bertugas menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan. Kedua, Pengusaha Kawasan Berikat yang bertugas untuk melaksanakan dan mengelola kegiatan tersebut.

Untuk dapat ditetapkan sebagai kawasan berikat, terdapat kriteria yang harus dipenuhi, seperti harus berlokasi di kawasan industri atau kawasan budidaya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Lalu, kawasan tersebut harus memiliki luas minimal 10.000 meter persegi.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Lebih lanjut, PMK 131/2018 juga mengatur terkait dengan tempat yang dijadikan kawasan berikat dan pengolahan barang di dalamnya. Dalam kawasan berikat, terdapat beberapa fasilitas perpajakan yang disediakan.

Fasilitas tersebut meliputi insentif penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM, dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Adapun PDRI ini meliputi PPN, PPnBM, serta PPh Pasal 22 atas impor.

Contoh kawasan berikat di Indonesia ialah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang terletak di Jakarta dan Tanjung Emas Export Processing Zone (TEPZ) di sekitar pelabuhan Tanjung Emas, serta kawasan berikat di Pulau Batam.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Berdasarkan Pasal 16B ayat (1) UU PPN, fasilitas PPN bisa berupa tidak dipungutnya sebagian atau seluruh PPN terutang atau pembebasan dari pengenaan pajak, khususnya untuk kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean, seperti kawasan berikat.

PMK 65/2021 menyebutkan bahwa selain fasilitas PPN, pengusaha kawasan berikat juga bisa memanfaatkan fasilitas perpajakan lain seperti penangguhan bea masuk dan pembebasan cukai, dan tidak dipungut PDRI.

Untuk memperoleh fasilitas perpajakan tersebut, penyelenggara dan pengusaha kawasan berikat harus memiliki izin dari kantor wilayah atau persetujuan dari pejabat Bea dan Cukai.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Panduan pajak berjudul Penyerahan Barang di Kawasan Berikat di Perpajakan DDTC telah mengulas aspek perpajakan atas penyerahan barang di kawasan berikat. Berikut beberapa hal yang diulas dalam panduan:

  • Dasar Hukum
  • Latar Belakang
  • Definisi
  • Pemasukan Barang ke Kawasan Berikat
  • Pengeluaran Barang di Kawasan Berikat
  • Ketentuan Faktur Pajak
  • Ilustrasi Kasus

Untuk menyimak panduan pajak di platform Perpajakan DDTC, Anda bisa mengakses laman berikut: https://perpajakan.ddtc.co.id/panduan-pajak/pajak-transaksi/penyerahan-barang-di-kawasan-berikat (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja