Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Tax ratio Indonesia ternyata masih belum mampu mengimbangi PDB per kapita yang terus bertumbuh setiap tahunnya.
Di negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tax ratio yang tinggi berbanding lurus dengan PDB per kapitanya.
"Tax ratio Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara OECD, dengan kecenderungan kontribusi PPN dan juga iuran jaminan sosial mengalami peningkatan, sementara PPh mengalami penurunan," ujar Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani, Jumat (3/12/2021).
Oka mengatakan ketimpangan antara PDB per kapita dan tax ratio adalah peluang bagi Indonesia untuk melakukan reformasi perpajakan guna mengoptimalkan penerimaan pajak.
Peluang Indonesia untuk meningkatkan penerimaan tampak pada tren demografi Indonesia yang menunjukkan adanya penambahan penduduk usia produktif dan angkatan kerja yang bertumbuh.
Pada 2020, angkatan kerja Indonesia mencapai 130 juta. Dependency ratio juga terus mengalami penurunan menjadi sekitar 47% pada 2020. Hal ini diekspektasikan terus berlanjut hingga 2030.
Tren ini menunjukkan jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia terus bertambah. Artinya, konsumsi rumah tangga juga berpotensi terus meningkat.
"Pertumbuhan angkatan kerja dan kelas menengah adalah suatu fakta yang menunjukkan baiknya ruang fiskal yang lebih besar. Untuk perpajakan, ini kesempatan untuk meningkatkan penerimaan PPN dan juga PPh orang pribadi," ujar Oka.
Guna menangkap potensi tersebut, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) turut merevisi ketentuan pada UU PPN. Mulai April 2021, tarif PPN ditingkatkan dari 10% menjadi 11%. Tarif PPN juga akan ditingkatkan menjadi 12% selambat-lambatnya pada 2025.
Pada UU PPh, pemerintah dan DPR sepakat untuk memberlakukan tarif PPh orang pribadi sebesar 35% atas penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar. Adapun tarif 5% diberlakukan atas penghasilan kena pajak senilai Rp0 hingga Rp60 juta, bukan Rp0 hingga Rp50 juta. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.