Suasana salah satu rapat di House of Commons, Inggris. (Foto: parliament.uk/commons)
LONDON, DDTCNews - Majelis Rendah Parlemen Inggris atau House of Commons telah menyetujui RUU Pajak Layanan Digital atau Digital Service Tax (DST) untuk dibahas lebih lanjut oleh Majelis Tinggi atau House of Lords.
Rancangan beleid ini tidak mendapatkan banyak hambatan karena secara prinsip disetujui oleh kelompok berkuasa, yakni Partai Konservatif dan oposisi Partai Buruh. Dinamika perdebatan hanya sebatas aspek transparansi dalam pengelolaan pajak baru oleh pemerintah.
"Pemerintah wajib meninjau ulang kebijakan pajak digital pada 2025 yang mencakup dampak penerapan kebijakan kepada pendapatan negara," kata anggota parlemen dari Partai Konservatif Jesse Norman, seperti dikutip Senin (13/7/2020).
Norman memaparkan pajak digital Inggris ini akan mengenakan tarif 2% atas pendapatan konsolidasi global perusahaan digital multinasional yang beroperasi di Inggris.
Pungutan tersebut, seperti dilansir Tax Note International, akan menyasar semua layanan digital mulai dari media sosial, mesin pencari hingga pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Tarif DST sebesar 2% baru berlaku ketika pendapatan konsolidasi global suatu perusahaan dalam setahun sudah melebihi £500 juta atau setara Rp8,1 triliun. Syarat kedua adalah pendapatan yang diperoleh dari pasar domestik Inggris lebih dari £25 juta atau Rp454 miliar.
Norman memastikan kebijakan DST Inggris merupakan kebijakan sementara sambil menunggu konsensus global disusun oleh OECD. Menurutnya langkah multilateral masih menjadi solusi paling ideal untuk membagi hak pemajakan untuk perusahaan digital lintas yurisdiksi.
"Ini [DST] menggambarkan posisi kuat pemerintah untuk mengimplementasikan solusi global dan menjamin DST akan dihapus sesegera mungkin ketika tercapai konsensus, tentu saja idealnya terjadi sebelum 2025," terang Norman.
Dia menambahkan kebijakan pajak digital Inggris tetap berpedoman pada kebijakan pajak internasional. Salah satunya aturan pelaporan per negara bagi perusahaan multinasional atau country by country report (CbCR) tidak perlu diubah dengan adanya aksi unilateral dalam bentuk DST.
"Efek dari DST akan membuat banyak bisnis besar yang dikenakan pajak digital yang sudah mematuhi aturan domestik untuk memublikasikan strategi pajak tahunan perusahaan. Karena itu kebijakan DST akan berdampak kecil bagi pelaku usaha," terangnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.