BERITA PAJAK HARI INI

Pakai Tarif PPN 10% atau 11%? DJP: Tergantung Saat Terutangnya Pajak

Redaksi DDTCNews | Jumat, 25 Maret 2022 | 08:00 WIB
Pakai Tarif PPN 10% atau 11%? DJP: Tergantung Saat Terutangnya Pajak

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Penggunaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% atau 11% tergantung pada waktu saat terutangnya pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (25/3/2022).

Contact center Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan sesuai dengan ketentuan dalam perubahan UU PPN pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN akan naik dari 10% menjadi 11%. Kenaikan tarif tersebut mulai berlaku 1 April 2022.

“Jika saat terutangnya PPN di bulan Maret maka masih menggunakan tarif PPN 10%. Jika saat terutangnya di bulan April, maka menggunakan tarif PPN 11%,” demikian penggalan penjelasan Kring Pajak melalui Twitter, merespons pertanyaan warganet.

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif PPN menjadi 11% pada 1 April 2022 akan tetap dilaksanakan. Menurutnya, pajak yang terkumpul juga akan digunakan untuk membantu masyarakat melalui belanja APBN.

Selain mengenai kenaikan tarif PPN sesuai dengan amanat perubahan UU PPN pada UU HPP, ada pula bahasan terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kemudian, ada bahasan tentang program pengungkapan sukarela (PPS).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Update e-Faktur

DJP masih menyusun aturan turunan terkait dengan PPN sesuai amanat UU HPP. DJP juga akan melakukan pembaruan e-faktur. Namun, hingga saat ini, otoritas masih belum melakukan update e-faktur. Simak ‘Soal Aturan Teknis PPN di UU HPP, Begini Update dari DJP’.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

“Petunjuk teknis tentang pelaksanaan ketentuan tarif PPN 11% yang mulai berlaku sejak April 2022 sesuai UU HPP (UU 7/2021) beserta update aplikasinya di e-faktur, belum diterbitkan. Silakan menunggu informasi lebih lanjut yang dapat dilihat di http://pajak.go.id,” imbuh Kring Pajak. (DDTCNews)

Fasilitas Tidak Dipungut/Dibebaskan

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan tidak semua barang dan jasa akan terdampak kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%. Pemerintah, sambungnya, masih memberikan fasilitas pembebasan PPN.

Suahasil mengatakan fasilitas pembebasan PPN itu bertujuan agar masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Sri Mulyani Minta Sistem DJP Online Tidak Down

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Dirjen Pajak Suryo Utomo untuk memastikan sistem DJP Online tidak down jelang tenggat waktu pelaporan SPT Tahunan 2021 pada wajib pajak orang pribadi.

Sri Mulyani mengatakan laman DJP Online biasanya akan ramai dikunjungi wajib pajak pada akhir periode pelaporan SPT Tahunan. Dalam hal ini, dia meminta DJP melakukan mitigasi sehingga sistem tidak sampai down.

"Pak Suryo, tolong mungkin dijagain supaya sistemnya juga terpelihara, mengakomodasi, dan mengantisipasi, terhadap kenaikan jumlah volume SPT orang pribadi sampai dengan akhir Maret ini," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Akses Data Perbankan untuk DJP

DJP mengimbau wajib pajak untuk melaporkan SPT Tahunan dengan lengkap dan benar. Pelaporan yang dimaksud termasuk harta yang berada di bank dan industri keuangan lainnya. Pasalnya, DJP dapat mengakses data dan mendapatkan informasi perbankan secara leluasa.

"UU [9/2017] itu mengatur dasar aturannya, data perizinan, data kepemilikan sesuai dengan data yang berada di perbankan, dan akses data informasi perbankan," kata Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Eko Ariyanto. Simak pula ‘Musim Lapor SPT Tahunan, Ditjen Pajak Siap Uber Harta WP di 113 Negara’. (DDTCNews)

Pembatalan Suket PPS

DJP dapat membatalkan surat keterangan (suket) PPS yang sudah diterima wajib pajak setelah menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH). Apabila suket itu dibatalkan, otoritas pajak dapat mengenakan pajak atas harta bersih wajib pajak dengan menggunakan tarif PP 36/2017.

"Dalam hal pembatalan surat keterangan PPS dilakukan setelah PPS berakhir, maka DJP dapat mengenakan tarif PP 36/2017 dengan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)," sebut DJP dalam laman resminya. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?