KEBIJAKAN PAJAK

Pajak untuk Orang Kaya, Sudahkah Mencapai Konsensus Akademis?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 27 Mei 2020 | 13:46 WIB
Pajak untuk Orang Kaya, Sudahkah Mencapai Konsensus Akademis?

“SEPULUH persen warga dunia terlalu kaya.” demikian pernyataan ekonom Prancis Thomas Piketty dalam karyanya yang berjudul ‘Capital in the 21st Century’.

Dalam banyak studi empirisnya, Piketty juga menemukan korelasi antara kepemilikan kekayaan dengan fenomena ketimpangan. Negara-negara dengan angka koefisien gini – ukuran ketimpangan – tinggi merupakan negara yang kekayaannya terkonsentrasi pada pucuk piramida distribusi, yaitu kelompok berpenghasilan tinggi.

Soal ketimpangan, bukan hanya Piketty yang menyatakan kekhawatiran. Ekonom dari berbagai mazhab turut menyerukan perspektifnya dalam fenomena ketimpangan kekayaan dan pendapatan.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Mengacu pada teori klasik John M. Keynes soal pertumbuhan ekonomi, ekonom post-keynesian mengupas bagaimana kondisi ekonomi makro seperti produk domestik bruto (PDB), konsumsi, upah, dan tingkat tabungan menjadi esensial dalam menganalisis fenomena ini.

Pengenaan pajak atas kekayaan bagi kelompok berpenghasilan tinggi menjadi alternatif yang kerap ditawarkan. Hal ini telah menjadi sorotan di arena lingkaran kebijakan sebagai salah satu solusi untuk menutup jurang ketimpangan. Meskipun demikian, hingga saat ini, kebijakan tersebut tak terlepas dari diskursus akademis.

Artikel berjudul ‘A Consensus on Taxing the Rich? Comparing Mainstream Economics, Piketty and Post-Keynesian Economics’ mengurai kontribusi berbagai pandangan akademis seperti Piketty, pendekatan post-keynesian, serta pendekatan ekonomi arus utama dalam isu pajak kelompok berpenghasilan tinggi dan pajak atas kekayaan.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Dalam awal pembahasan, artikel ini terlebih dahulu menjelaskan perspektif dari masing-masing akademisi mengenai ketimpangan dan instrumen pajak dalam mengatasi fenomena tersebut.

Pendekatan ekonomi arus utama menilai ketimpangan dapat menghasilkan efek substitusi yaitu meningkatnya eksternalitas. Menggunakan alasan tersebut, tarif pajak marjinal yang lebih tinggi pada kelompok kaya dapat digunakan sebagai trade-off bagi membiayai eksternalitas tersebut.

Sementara itu, melalui pendekatan empirisme, Piketty berhasil membuktikan interaksi antara ketimpangan pendapatan dan ketimpangan kekayaan yang terjadi di berbagai negara. Pengembalian kekayaan yang lebih besar bagi golongan berpenghasilan tinggi berpotensi melampaui pertumbuhan ekonomi sehingga dibutuhkan instrumen pajak atas kekayaaan dalam mengoreksi hal tersebut.

Baca Juga:
Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Berbeda dengan pendekatan arus utama yang memfokuskan analisis pada level ekonomi mikro dan efek substitusi, ekonom post-keynesian memilih pendekatan makroekonomi yakni upah, konsumsi, dan tabungan sebagai faktor determinan dalam menjelaskan distribusi pendapatan. Kebijakan pajak penghasilan progresif menurut post-keynesian dapat membantu mengurangi ketimpangan dan memaksimalkan lapangan kerja (full employment).

Meskipun perbedaan tampak dalam penjelasan perspektif teoretis mengenai pajak dan ketimpangan, ketiganya menawarkan resep kebijakan pajak yang relatif serupa dalam menangani ketimpangan.

Artikel ini kemudian berupaya untuk membangun benang merah di antara tiga perspektif tersebut. Terlepas dari perbedaan yang ada, ada sebuah konsensus terkait urgensi pengenaan pajak bagi orang kaya (the rich). Menariknya, perbedaan perspektif antara post-keynesian dan pendekatan arus utama tidak bertolak belakang melainkan dapat saling melengkapi.

Baca Juga:
Download! PDF Buku Baru DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Sementara itu, Piketty berada di jalan tengah kedua mazhab tersebut. Berbagai studi empiris yang dilakukannya berkontribusi untuk melebur perspektif post-keynesian dan pendekatan arus utama serta memberikan justifikasi berbasis bukti dalam menganalisis pilihan instrumen pajak yang efektif dalam mengurangi kesenjangan vertikal dan horizontal.

Artikel yang terbit dalam International Journal of Political Economy ini sangat relevan bagi kalangan akademis, pemangku kebijakan, dan masyarakat sipil. Bacaan ini berguna dalam mengidentifikasi berbagai perspektif ekonomi terkait alternatif kebijakan pajak dalam meningkatkan redistribusi pendapatan serta menemukan silver linings antara perspektif tersebut.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA NATAR

Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Jumat, 18 Oktober 2024 | 10:45 WIB HUT KE-17 DDTC

Download! PDF Buku Baru DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN