MENURUT John Elkington, kepedulian sosial merupakan salah satu tolak ukur penilaian kinerja usaha secara holistik. Selain kepedulian sosial, hal lainnya yang menjadi tolak ukur penilaian kinerja usaha tersebut adalah perolehan keuntungan dan pelestarian lingkungan.
Lantas, apakah pemenuhan pajak dapat dinilai sebagai suatu kontribusi kepedulian sosial mengingat pajak merupakan perangkat fungsi budgetair yang erat hubungannya dengan pelayanan publik? Lalu, bagaimana juga hubungan antara pajak dan tanggung jawab sosial perusahaan?
Artikel berjudul Do Corporations Have a Social Responsibility Regarding Taxes? ini mencoba menjawab kaitan antara pajak dan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Adapun artikel tersebut disusun oleh 4 profesional, yaitu Kelsey DeMatte, Inga Hardeck, Kerry K. Inger, dan Rebekah D. Moore.
Artikel yang diterbitkan Tax Notes International tersebut merupakan hasil dari wawancara beberapa pihak seperti pelaku usaha, perwakilan industri, sampai dengan lembaga nonpemerintah atau non-governmental organisation (NGO).
Analisis yang disampaikan secara deskriptif, sistematis, dan terperinci dalam artikel ini dimulai dengan sebuah pengantar bahwa pajak perlu dipandang sebagai kewajiban moral kepada masyarakat luas bukan sekedar pemenuhan hukum.
Penulis lantas menguraikan beberapa argumen teoritis yang menjelaskan mengenai hubungan antara praktik penyimpangan pajak dipandang sebagai permasalahan Corporate Social Responsibility (CSR) dan hak asasi manusia (human rights).
Dalam studi empiris yang dilakukan di AS dan Eropa menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan antara pajak dan CSR. Perusahaan memperlakukan pajak dan CSR sebagai suatu substitusi.
Contoh, perusahaan telah memenuhi kewajiban pajaknya dengan baik, tetapi perusahaan tersebut minim dalam melakukan pembiayaan CSR. Begitu pun sebaliknya. Ada juga perusahaan yang mendirikan anak perusahaan di tax haven, tetapi memiliki peningkatan performa CSR.
Namun, pelaku usaha berpendapat ada harga yang ditanggung dari sebuah aksi penyimpangan pajak. Hal tersebut berhubungan dengan non-shareholders stakeholder yang memegang peranan untuk membentuk reputasi perusahaan.
Misal, aksi naming and shaming oleh NGO atau media sebagai upaya mencegah skema penghindaran pajak. Adanya publikasi data pajak konfidensial seperti Luxembourg Leaks atau Panama Papers dinilai sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik.
Menariknya, shareholders berpendapat strategi agresivitas pajak dinilai tidak bertanggung jawab secara sosial (socially irresponsible) dan pandangan tersebut dapat mengubah preferensi investor.
Dalam salah satu penelitian, investor diketahui memilih untuk melakukan investasi pada perusahaan yang membayar pajak lebih sedikit (pay less tax). Akan tetapi, hal tersebut bisa berubah saat investor mendapat pemahaman mengenai kewajiban perusahaan dalam membayar pajak.
Lebih lanjut, hasil tinjauan laporan berkala dapat menjustifikasi sejauh mana perusahaan menjalankan pemenuhan kewajiban perpajakan dan kontribusi terhadap CSR. Pada bagian ini dijelaskan adanya pandangan yang mengganggap CSR dan pajak sebagai unsur yang saling melengkapi.
Kesimpulannya, terlepas dari pandangan apakah pajak dapat dikategorikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial, pemerintah membutuhkan penerimaan pajak untuk memenuhi kebutuhan domestik negara. Harapannya CSR dan pajak dapat berjalan beriringan demi kesejahteraan bersama.
Artikel ini patut dijadikan referensi bagi pemerintah, pelaku usaha, praktisi, hingga akademisi untuk memperoleh pemahaman mengenai pajak sebagai wujud tanggung jawab sosial dan menumbuhkan kesadaran untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.