PENGHASILAN yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final.
Besaran tarif yang dikenakan atas penghasilan tersebut adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan.
Definisi dari jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan oleh penyewa dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
PEMOTONG PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah sebagai berikut:
Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002.
Adapun terkait dengan tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002.
Pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi.
Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, maka penyetoran dapat dilakukan ke bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). (Amu/Gfa)
Apakah PPh Final Dipotong atau Dibayar Sendiri?
Penyewa
Orang Pribadi (OP)
Badan/ OP yang ditunjuk sebagai Pemotong
Pemilik
Orang Pribadi (OP)
Setor sendiri (maksimal tanggal 15 bulan berikutnya)
Dipotong penyewa (setor maksimal tanggal 10 bulan berikutnya)
Badan/OP yang ditunjuk sebagai Pemotong
Setor sendiri (maksimal tanggal 15 bulan berikutnya)
Dipotong penyewa (setor maksimal tanggal 10 bulan berikutnya)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
mohon penjelasan mengenai frase " saat terutangnya sewa" kontrak 3 tahun, 1 jan 2020 - 31 des 2022, pembayaran 3x 1. 40% sebelum sewa mulai 1 des 2019 2. 30% tgl 1 mei 2020 3. 30% tgl 1 des 2020 kapan saat terutang sewa?
bgmn aturan pph atas pinjam pakai gedung scra cuma2, apa tetap terutang pph sewa 10%?misal si A(teman si B)meminjam pakaikan gedung yang dimilikinya secara cuma2 kpda B yang merupakan direktur perusahaan PT X. apa tetap terutang walau tdk ada uang sewa?. Bukannya penetapan nilai wajar/kelaziman hanya diterapkan jika bertransaksi yang mempunyai hubungan istimewa pasal 18 ayat 4 UU PPh? lantas bagaimana jika bertransaksi dengan pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa dan memang tidak menerima uang sewa, apakah tetap kena pph sewa?