Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews—Rencana pemerintah menggelontorkan anggaran insentif pajak untuk dunia usaha senilai Rp20,4 triliun pada tahun depan menjadi berita pajak terpopuler sepanjang pekan ini (17-21 Agustus 2020).
Insentif pajak yang akan digelontorkan untuk dunia usaha pada 2021 ini jauh lebih rendah atau hanya sekitar 17% dibandingkan dengan alokasi tahun ini yang mencapai Rp120,6 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah alasan alokasi insentif pajak untuk dunia usaha tersebut menciut ketimbang tahun ini. Salah satunya adalah kondisi ekonomi yang akan membaik pada 2021.
"Beberapa jaring pengaman sosial, beberapa insentif untuk dunia usaha akan berlanjut. Tidak semuanya, tetapi beberapa saja karena kami memperkirakan situasi akan sedikit lebih baik tahun depan," katanya baru-baru ini.
Insentif pajak yang diberikan pun tidak sebanyak tahun ini. Tahun depan, fasilitas pajak yang disiapkan pemerintah di antaranya pajak ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan restitusi PPN dipercepat.
Untuk diskon angsuran PPh Pasal 25, pemerintah belum memastikan fasilitas tersebut akan dilanjutkan atau tidak. Pemerintah perlu mempertimbangkan penerimaan pajak yang menurun karena adanya insentif.
Apalagi, penurunan penerimaan pajak tahun ini berpotensi lebih dalam ketimbang proyeksi pemerintah yang turun 10% secara tahunan. Hal ini juga tidak terlepas dari ketergantungan penerimaan pajak terhadap sektor formal. Berikut berita pajak pilihan lainnya:
Wah, UU KUP Diperkarakan ke MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menerima permohonan pengujian atas Pasal 2 ayat 6 dan Pasal 32 ayat 2 dari Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Permohonan ini diajukan perseorangan atas nama Taufik Surya Dharma yang menganggap Pasal 2 ayat 6 dan Pasal 32 ayat 2 UU KUP bertentangan dengan pasal 28D ayat 1 dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pasal 2 ayat 6 dari UU KUP mengatur penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP) oleh Dirjen Pajak. Sementara itu, Pasal 32 ayat 2 mengatur mengenai wakil wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan.
Mulai Sekarang, Ada 3 Operator Seluler yang Layani SMS OTP DJP Online
Ditjen Pajak (DJP) menambah satu operator seluler atau telekomunikasi yang bisa melayani permintaan kode verifikasi e-Filing di DJP Online melalui pesan singkat (short message service/SMS).
DJP menyebutkan layanan SMS OTP pada pekan ini sudah bisa digunakan wajib pajak yang memakai nomor ponsel operator XL sehingga jumlah operator yang bisa menggunakan fitur SMS OTP menjadi tiga operator yaitu Telkomsel, Indosat dan XL.
Simak, Ini Perincian Reformasi Perpajakan 2021-2024
Pemerintah akan menjalankan reformasi perpajakan pada 2021-2024 yang ditujukan untuk mengejar dua target utama yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penerimaan negara.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui percepatan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah akan menjalankan beberapa aspek di antaranya relaksasi perpajakan,
penurunan tarif PPh badan, pembebasan PPh impor dan bea masuk sektor tertentu.
Untuk optimalisasi penerimaan negara, pemerintah juga akan menjalankan beberapa aspek di antaranya penambahan objek pajak baru dalam rangka meningkatkan tax ratio serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan.
DJP: Piloting Aplikasi Unifikasi SPT Masa PPh Sampai Desember 2020
Aplikasi unifikasi SPT masa PPh belum dapat dinikmati wajib pajak dalam waktu dekat, karena proses uji coba masih dilakukan Ditjen Pajak (DJP) bersama entitas bisnis milik pemerintah.
Piloting aplikasi unifikasi SPT masa PPh masih akan dilakukan DJP hingga akhir tahun ini. Pasalnya, program unifikasi SPT masa PPh terbagi dalam dua bagian sehingga diperlukan proses uji coba yang lebih panjang.
Proses uji coba aplikasi juga menyesuaikan dengan dua program aplikasi unifikasi SPT masa PPh yaitu uji coba aplikasi yang sudah disusun perusahaan dan aplikasi yang disusun oleh DJP yang diproyeksikan rampung Oktober 2020.
Horee…Beli Ikan Sekarang Bebas PPN
Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru mengenai perincian barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). PMK yang dimaksud adalah PMK No. 99/2020.
Dalam bagian pertimbangan, tertulis PMK ini diundangkan dalam rangka menambahkan cakupan jenis barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN sekaligus memberikan kepastian hukum.
PMK ini dilatarbelakangi putusan Mahkamah Agung (MA) No. 21/HUM/2018. Dengan berlatar belakang pada putusan tersebut, Kemenkeu menambah satu jenis barang kebutuhan pokok baru yang tidak dikenai PPN, yaitu ikan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.