Ilustrasi Singapura. (foto: changiairport.com)
HONG KONG, DDTCNews - Pemerintah China akan menerapkan aturan pajak baru per Januari 2019. Singapura menjadi destinasi favorit untuk mengamankan kekayaan dari pungutan pajak baru bagi penduduk Negeri Tirai Bambu kelas atas.
Managing Director Trust and Insurance Bank of Singapore, Woon Shiu Lee mengatakan pihaknya melihat adanya lonjakan sebesar 35% yang berasal dari China. Sebagian besar berasal dari high net worth individual alias penduduk yang kaya.
Menurutnya, lonjakan terjadi sejak semester II/2018, setelah pemerintah China mulai menggulirkan reformasi pajak dan akan efektif berlaku pada Januari 2019. Perubahan rezim pajak itu akan mengurangi beban pajak bagi masyarakat kecil dan menengah, tapi akan membuat orang kaya membayar lebih banyak.
“Mayoritas pertanyaan yang mengarah pada pembentukan trust, yang menawarkan 'peluang perencanaan pajak' melalui trust/badan usaha telah berlipat ganda sejak Agustus,” terangnya dilansir Economic Times, Jumat (14/12/2018).
Seperti diketahui, China sekarang memungut pajak atas gaji secara progresif dalam tujuh bracket, mulai dari 3% hingga 45 persen. Negara juga mengumpulkan pajak atas penghasilan dalam transaksi properti, dividen, dan royalty dengan tarif flat 20%.
Dalam regulasi yang efektif 1 Januari 2019, remunerasi dan royalti akan dikombinasikan dengan gaji di bawahbracket pajak yang progresif. Dengan demikian, maksimum tarif mencapai 45%. Ini menambah basis penghasilan kena pajak yang lebih tinggi untuk beberapa individu.
Sementara itu, praktisi pajak berbasis di Shanghai, Peter Ni mengatakan praktik memarkir dana di luar wilayah China sudah lazim dilakukan warga kaya. Pasalnya, kekayaan pribadi orang kaya China sudah tembus US$21 triliun. Hal yang kemudian membuat praktik perencanaan pajak menjadi hal lumrah untuk dilakukan.
Menurutnya, praktik yang lazim dilakukan adalah dengan memanfaatkan celah aturan transfer pricing dan arm's length principle. Dengan demikian, mereka dapat melakukan penghindaran pajak dengan mentransfer keuntungan ke negara tertentu dengan tarif pajak rendah.
Pergesaran tersebut dapat dilakukan dengan membentuk badan usaha baru melalui pihak ketiga di negara yang aturan pajaknya lebih menguntungkan. Opsinya dapat berupa pergeseran fungsi, aset hingga aktiva tak berwujud.
Membentuk trust di luar negeri, menurut Peter, bukan tanpa kelemahan karena akan membatasi kemampuan pemilik untuk mengambil keputusan strategis. Namun, skema ini tetap diminati karena dapat meminimalisasi jumlah kewajiban membayar pajak hingga 20%.
“Minat dalam mendirikan trust di luar negeri dan membatalkan status sebagai subjek pajak dalam negeri sangat besar. Warga kaya bergegas untuk membuatnya sebelum batas waktu 2019," jelas Peter Ni. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.