WEBINAR SERIES UNIVERSITY ROADSHOW

Optimalisasi Penegakan Hukum Pajak Melalui RUU KUP, Ini Kata Praktisi

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 03 Agustus 2021 | 15:31 WIB
Optimalisasi Penegakan Hukum Pajak Melalui RUU KUP, Ini Kata Praktisi

Dosen Politeknik Universitas Surabaya sekaligus praktisi PDB Law Firm dan KKP/KJA Doni Budiono

JAKARTA, DDTCNews – Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dinilai sudah memuat hal-hal yang relevan dalam optimalisasi penegakan hukum pajak.

Dosen Politeknik Universitas Surabaya sekaligus praktisi PDB Law Firm dan KKP/KJA Doni Budiono mengatakan setidaknya terdapat lima elemen dalam RUU KUP yang relevan dengan upaya optimalisasi penegakan hukum pajak.

“Menarik untuk mencermati materi-materi yang dimuat dalam RUU KUP,” katanya dalam webinar bertajuk Optimalisasi Penegakan Hukum Pajak dalam RUU KUP, Selasa (3/8/2021).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Pertama, terkait dengan asistensi penagihan pajak global. Ketentuan ini perlu diatur untuk memberikan kewenangan pada Ditjen Pajak (DJP) melaksanakan bantuan penagihan kepada negara mitra maupun saat meminta bantuan penagihan pajak pada negara mitra secara resiprokal.

Terlebih, saat ini terdapat 13 perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang memuat pasal bantuan penagihan. Namun, bantuan penagihan pajak lintas yurisdiksi belum dapat diterapkan karena belum ada legal basis dalam undang-undang.

Kedua, kesetaraan dalam pengenaan sanksi upaya hukum. RUU mengusulkan pengenaan sanksi 100% jika putusan Mahkamah Agung (MA) atas sengketa pajak mempertahankan ketetapan DJP. Namun, sanksi 100% tersebut akan dibatalkan jika putusan MA mengabulkan permohonan wajib pajak.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Menurut Doni, sanksi administrasi itu perlu dikurangkan selaras dengan nilai waktu uang (time value of money) untuk memberikan wajib pajak kesempatan mengajukan upaya hukum sebagaimana haknya. Dia juga mengusulkan jangka waktu proses keberatan dikurangi.

Ketiga, penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan asas ultimum remedium. Hal ini perlu diatur untuk memberikan kesempatan bagi wajib pajak mengganti kerugian pada pendapatan negara meski kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan. Simak “Apa Itu Asas Ultimum Remedium?

“Tujuan pajak bukan untuk menghukum wajib pajak, tetapi mengakhiri pelanggaran dan memulihkan keadaan. Untuk itu, dalam pajak diutamakan mekanisme administrasi ketimbang melalui mekanisme penegakan hukum pidana,” jelas Doni.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Keempat, kewenangan penyidik pajak. RUU KUP mengusulkan adanya perluasan kewenangan pada penyidik untuk melakukan penyitaan dan/atau pemblokiran aset milik tersangka serta menangkap dan/atau menahan tersangka.

Doni menilai perluasan kewenangan perlu ada pembatasan atau pengaturan guna menghindari abuse of power. Dia juga berpendapat perluasan kewenangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus dikoordinasikan dengan pejabat kepolisian.

Kelima, penguatan fungsi penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk melakukan pembekuan dan penyitaan aset guna mengamankan harta wajib pajak. Selain itu, Doni juga menekankan pentingnya kesempatan bagi masyarakat dapat memberikan aspirasi dalam pembentukan RUU KUP tersebut.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

“Marilah sama-sama memberikan masukan-masukan agar kesempurnaan daripada undang-undang yang akan datang, khususnya RUU KUP, menjadi undang-undang yang benar-benar dilaksanakan,” tuturnya.

Webinar yang digelar DDTC Academy ini merupakan salah satu seri dari Webinar Series: University Roadshow. Acara ini juga menjadi bagian dari rangkaian acara untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra