PRANCIS

OECD Rilis Laporan Soal Pentingnya Reputasi Otoritas Pajak

Muhamad Wildan | Selasa, 07 Juli 2020 | 09:56 WIB
OECD Rilis Laporan Soal Pentingnya Reputasi Otoritas Pajak

Ilustrasi. (foto: oecd.org)

PARIS, DDTCNews—Organisation for Economic Co-operation and Development Forum on Tax Administration (OECD-FTA) merilis laporan mengenai manajemen risiko reputasi dari otoritas pajak.

Dalam laporan terbaru tersebut, FTA menekankan betapa pentingnya mengelola reputasi otoritas pajak dalam menjaga dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, termasuk di tengah pandemi Covid-19 ini.

Laporan berjudul 'Enhancing Reputational Risk Management' yang diinisiasi oleh Canada Revenue Agency (CRA) dan Enterprise Risk Management Community of Interest FTA ini mengulas upaya mengembangkan praktik manajemen risiko otoritas pajak oleh fiskus.

Baca Juga:
Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

"Otoritas harus memastikan dirinya mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari wajib pajak serta stakeholder dalam rangka menjamin tercapainya tujuan yang hendak dicapai," ujar Komisioner CRA Bob Hamilton, dikutip Selasa (7/7/2020).

Hamilton menilai tindak lanjut otoritas pajak atas risiko reputasi bakal membantu otoritas pajak membangun kepercayaan di tengah pandemi Covid-19, baik pada masa krisis maupun pada masa pemulihan ke depan.

Selain itu, otoritas pajak juga bergantung pada kesediaan wajib pajak untuk berpartisipasi dan patuh secara sukarela dalam memenuhi kewajiban pajak. Untuk itu, reputasi otoritas pajak perlu dikelola secara aktif dan konkret.

Baca Juga:
Permanent Safe Harbour Pajak Minimum Global, Pajak Tambahan Bisa Nol

“Manajemen risiko reputasi bisa menciptakan dampak positif atas hubungan antara otoritas pajak dengan wajib pajak,” jelas Bob dalam laman resmi OECD.

Lebih lanjut, CRA mendefinisikan risiko reputasi sebagai peristiwa-peristiwa dalam bentuk apapun yang berpotensi mencederai kepercayaan dan rasa hormat wajib pajak atas otoritas pajak.

Dalam manajemen risiko reputasi ini, otoritas pajak perlu secara proaktif melindungi reputasi otoritas dari potensi rusaknya reputasi serta harus secara efektif menindaklanjuti peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Baca Juga:
Presiden Trump Nyatakan Solusi 2 Pilar dari OECD Tak Berlaku Bagi AS

Dalam laporan tersebut, disediakan suatu model yang bisa dimanfaatkan untuk mengukur tingkat reputasi otoritas pajak berdasarkan komponen-komponen pembentuk reputasi yang ada.

"Model ini bakal menunjukkan celah reputasi yang ada. Di dalamnya juga ada mekanisme yang dapat dilakukan otoritas pajak untuk membangun budaya positif melalui adopsi praktik kerja yang baik," tulis laporan tersebut.

Selain itu, laporan tersebut menyediakan mekanisme yang bisa digunakan oleh otoritas pajak untuk mengidentifikasi kerentanan otoritas atas risiko-risiko yang berpotensi merusak reputasi pada level operasional yaitu Error Prevention Self-Assessment Tool (EPSAT) dan Internal Fraud Risk Self-Assessment Tool (IFR-SAT).

Baca Juga:
Terapkan Pajak Minimum Global, Thailand Bakal Raup Rp5,7 Triliun

EPSAT dapat dimanfaatkan kepala unit untuk mengidentifikasi risiko reputasi atas kegiatan yang dilakukan pada unit tersebut. Sementara itu, IFR-SAT dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi potensi praktik kecurangan oleh pegawai pajak.

Pandemi Covid-19
Dalam laporan OECD tersebut, krisis pandemi Covid-19 dinilai menjadi momentum yang tepat bagi otoritas pajak untuk membangun hubungan positif antara otoritas pajak dengan wajib pajak lebih jauh.

Pandemi bisa dipakai otoritas pajak untuk menekankan wajib pajak bila kemampuan otoritas pajak untuk memberikan fasilitas sangat bergantung pada kepatuhan sukarela wajib pajak dalam menyampaikan data dan informasi kepada otoritas pajak di situasi normal.

Baca Juga:
5 Informasi Utama yang Perlu Dipaparkan dalam TP Doc menurut OECD

"Pendekatan semacam ini bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan mengurangi jumlah wajib pajak yang masih tidak patuh dengan ketentuan perpajakan," tulis OECD.

Alhasil, wajib pajak yang sebelumnya pernah melanggar ketentuan pajak akan makin tidak memiliki dorongan untuk melanggar ketentuan pajak bila kebijakan dari otoritas pajak dapat mengubah persepsi wajib pajak tersebut atas otoritas pajak.

Dengan demikian, wajib pajak diharapkan dapat merasa dengan patuh pajak mereka bisa memanfaatkan fasilitas atau insentif Covid-19. Sebaliknya, bagi yang melanggar ketentuan pajak tidak mendapatkan fasilitas pajak.

Baca Juga:
Negosiasi Pilar 1 Masih Jalan di Tempat, Ternyata Ini Sebabnya

Sentimen positif wajib pajak terhadap otoritas pajak juga pada akhirnya meringankan beban otoritas pajak sehingga otoritas pajak bisa lebih berfokus pada wajib pajak tidak patuh yang menjadi sasaran otoritas.

Selain itu, otoritas pajak juga perlu mempertimbangkan risiko yang akan muncul terhadap akibat perkembangan Covid-19 yang tidak pasti dan kebijakan yang akan dimunculkan ke depan.

Contoh, dalam hal penyaluran insentif kepada wajib pajak secara cepat. Di sini, otoritas tetap perlu untuk menjamin perlindungan informasi wajib pajak, kerahasiaan wajib pajak, dan mengurangi risiko fraud pada sistem perpajakan.

Untuk itu, praktik komunikasi yang tepat diperlukan otoritas pajak untuk menjelaskan wajib pajak bila otoritas tetap perlu menjaga keseimbangan antara waktu pemberian insentif dengan perlindungan identitas, informasi, dan hak wajib pajak. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor

BERITA PILIHAN
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor