PRANCIS

Negara Berkembang Didorong Atur Insentif Pajak dalam 1 Undang-Undang

Muhamad Wildan | Jumat, 25 Februari 2022 | 16:30 WIB
Negara Berkembang Didorong Atur Insentif Pajak dalam 1 Undang-Undang

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat mayoritas negara berkembang memiliki lebih dari 1 regulasi yang mengatur terkait dengan insentif pajak.

Dari total 36 negara yang disurvei, 67% atau 24 negara yang disurvei tercatat mengatur insentif pajak di dalam lebih dari satu undang-undang. Menurut OECD, insentif pajak sebaiknya diatur hanya dalam 1 undang-undang saja.

"Akan sulit bagi investor untuk memahami seluruh insentif yang tersedia bila ketentuannya tersebar dalam beberapa undang-undang dan peraturan," jelas OECD dalam working paper berjudul Building an Investment Tax Incentives Database: Methodology and Initial Findings for 36 Developing Countries, Jumat (25/2/2022).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

OECD mencatat terdapat 9 negara yang memerinci insentif pajak melalui aturan turunan seperti peraturan atau keputusan. Salah satu negara berkembang tersebut adalah Indonesia.

Berdasarkan catatan OECD, insentif pajak di Indonesia diatur dalam UU PPh, UU KEK, sekaligus UU Penanaman Modal. Insentif pada banyak UU tersebut diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan.

Dengan banyaknya regulasi, investor berpotensi harus mengeluarkan dana untuk memperoleh jasa konsultasi atas insentif yang tersedia. Akibatnya, insentif fiskal dari pemerintah tersebut hanya bisa dirasakan investor besar saja.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Selain itu, OECD juga berpandangan regulasi yang banyak menyebabkan meningkatnya kompleksitas peraturan dan tumpang tindih antarperaturan. Masalah ini berpotensi mendorong praktik rent seeking dan profit shifting.

OECD mengusulkan insentif pajak seharusnya diatur secara terperinci pada level undang-undang dengan melibatkan parlemen dan publik. Dengan cara ini, insentif pajak yang ditetapkan memiliki landasan yang lebih kuat.

"Memerinci ketentuan insentif pajak dalam undang-undang dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas instansi lembaga yang memberikan dan mengatur insentif pajak," tulis OECD. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra