Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019. (DDTCNews- Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut target penerimaan pajak yang disodorkan dalam RAPBN 2019 diambil dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekonomi.
Dalam RAPBN 2019, pemerintah menyodorkan target penerimaan perpajakan senilai Rp1.781 triliun, naik 15% dibandingkan outlook tahun ini Rp1.548,5 triliun atau 10,1% dibandingkan target dalam APBN 2018 senilai Rp1.618,1 triliun.
Dari nilai tersebut, target penerimaan pajak mencapai Rp1.572 triliun, naik 16,4% dibandingkan outlook tahun ini Rp1.351 triliun atau 10,3% dibandingkan dengan target dalam APBN tahun ini senilai Rp1.424,0 triliun.
Dari target penerimaan pajak itu, pemerintah menyodorkan target penerimaan pajak nonmigas senilai Rp1.510 triliun. Angka itu naik 16,6% dibandingkan dengan outlook tahun ini senilai Rp1.296 triliun atau 9% dibandingkan dengan target APBN 2018 senilai Rp1.385,9 triliun.
“Kita akan tetap jaga momentum yang seimbang antara satu sisi mengumpulkan penerimaan pajak dan menjaga pertumbuhan ekonomi,” katanya di Kompleks Parlemen, Senin (20/8/2018).
Menurutnya, ekstensifikasi alias menambah basis pajak baru akan tetap menjadi kebijakan utama Otoritas Pajak. Namun, dalam pelaksanaannya, langkah ini akan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian terkini.
Strategi, lanjut Sri Mulyani, akan difokuskan pada penjagaan momentum pertumbuhan ekonomi sehingga mampu menciptakan basis penerimaan pajak yang bagus. Dengan situasi perekonomian yang dinamis, lanjutnya, pemerintah akan terus waspada pada perubahan.
Pihaknya melanjutkan instrumen perpajakan internasional juga akan menjadi andalan dalam menggali penerimaan. Instrumen itu yakni penerapan keterbukaan informasi untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Selain itu, kerja sama juga akan dilakukan untuk menangkal menangkal penghindaran dan pengelakan pajak dalam beberapa rencana aksi Base Erotion and Profit Shifting (BEPS) Organisation for Economic Co-operation and Development OECD.
“Kemudian kita tetap laksanakan reformasi yang sudah dilaksanakan dimana [Ditjen] Pajak dan [Ditjen] Bea Cukai bekerjasama sehingga wajib pajak tidak perlu ada perbedaan treatment di antara dua institusi itu,” paparnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.