LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Menimbang Janji Pajak Jokowi-Prabowo

Redaksi DDTCNews | Jumat, 04 Januari 2019 | 20:36 WIB
Menimbang Janji Pajak Jokowi-Prabowo
M. Dimas Pamungkas KP, Manajemen Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sukabumi

PERAN vital pajak dalam negara ini sudah tidak bisa dimungkiri. Sekitar 85,6% atau sekitar Rp1.498 triliun APBN bersumber dari pajak. Tentu, hal ini menjadikan kebijakan pajak sebagai salah satu tema sentral Pemilu Presiden 2019.

Calon Presiden Joko Widodo merumuskan dua program pajak. Pertama, melanjutkan reformasi perpajakan yang berkelanjutan untuk mewujudkan keadilan dan kemandirian ekonomi nasional, dengan target terukur, serta memperhatikan iklim usaha dan peningkatan daya saing. Kedua,memberikan insentif pajak bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Pada poin pertama, kita melihat bagaimana keinginan akan reformasi pajakdimasukkan kembali ke program kerjaJokowi. Termasuk di dalamnya, keinginan memisahkan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan dan menjadi badan tersendiriyang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.

Hal ini bukan yang pertama kali dicanangkan Jokowi. Pada 2014 ia sudah menginginkan ini, tapi setelah 5 tahun juga belum terealisasi. Kalau memang dirasahal itu menimbulkan risiko besar, mengapa untuk Pemilu 2019 hal ini masih terus ditargetkan.

Memang pada poin pertama itu tidak ditunjukan secara jelas perincian targetnya. Bisa saja pasangan nomor urut satu ini tidak hanya berkeinginan memisahkan Ditjen Pajak dengan Kementrian Keuangan, melainkan ada hal lain seperti mereformasi Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan seterusnya.

Sempat beredar desas-desus nya di pengujung 2018 pajak penghasilan pasal21 akan di rombak secara besar besaran,demi mengoptimalkan kinerja pendapatan.Namun, sampai saat ini belum ada lagi kejelasan akankah terjadi perombakan ataukah hanya omong kosong belaka.

Pada poin kedua, terlihat bahwa poin ini sangat mengupayakan banyak hal. Di satu sisi, poin ini hendak membuat UMKM lebih nyaman serta memberi ruang gerak yang lebih leluasa. Tapi di sisi lain, hal ini dapat menyebabkan kurang maksimalnya pendapatan pajak dari UMKM.

Pemberlakuan pajak 0,5 % bagi UMKM telah ditetapkan pada 2018. Namun, apabila terus diberikan insentif pajak bagaimana target pendapatan pajak dari UMKM dapat maksimal? Seharusnya proses yang dikedepankan adalah peningkatan daya jual atau pun daya beli masyarakat terhadap UMKM.

Berbeda dengan program calon Presiden Jokowi tersebut, calon presiden Prabowo Subianto terlihat lebih agresif ataspendapatan pajak yang masih dirasa kurang maksimal. Dalam programnya, ia membawa 4 agenda perpajakan yang akan dituntaskan.

Pertama, menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif PPh pasal 21 Orang Pribadi. Kedua, menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama dan pertama.

Ketiga, menghapus secara drastis birokrasi yang menghambat dan melakukan reformasi perpajakan agar lebih merangsang gairah berusaha dan meningkatkan daya saing terhadap negara tetangga. Keempat, meningkatkan akses masyarakat terhadap buku yang murah dan terjangkau melalui kebijakan perpajakan yang menunjang.

Pada poin pertama, keinginan dari Prabowo ini memperlihatkan perlunya pembaharuan dalam pajak. Positifnya,penurunan tarif PPh 21 dan meningkatnya PTKP dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun, apakah Indonesia mampu melaksanakan hal ini?

Perlu kita ketahui, Amerika Serikat puntelah menjalankan hal yang sama. Kenyataannya pertumbuhan ekonomi diAS sangat cepat akibat kebijakan pajak tersebut. Namun, perlu disadari ketika tarif pajak turun, pendapatan pajak pun akan berkurang.

Pada poin kedua, PBB baru saja diserahkan kepada otoritas daerah pada2014. Diharapkan hal itu dapat menambahpendapatan pajak bagi daerah dan mendorong daerah lebih berkembang.Tidak dapat dipahami rasanya bilaPrabowo ingin mengoptimalkan pajak, tetapi malah menghapus PBB.

Hal ini sangat disayangkan karena dengan dihapuskannya PBB, maka makin sedikit anggaran daerah yang diperoleh. Ketikakebutuhan daerah tidak terpenuhi,akankah masyarakatnya bisa menjadi lebihsejahtera? Seharusnya Prabowo lebihmembantu daerah dalam meraih pendapatan pajaknya.

Pada poin ketiga, birokrasi masih menjadi topik utama ketika membahas kepatuhan pajak. Perbaikan ini, bersama dengan perbaikain di berbagai sektor perpajakan, diharapkan hal ini dapat menambah kepatuhan wajib pajak yang nantinya juga bisa mendongkrak rasio pajak.

Pada poin keempat, ada kerancuan yang tidak terarah ke mana tujuannya. Kebijakan pajak selalu dinamis, yang penerapannya menyesuaikan dengan keadaan negara. Apa hubungan akses masyarakat terhadap buku murah melalui kebijakan pajak?

Pajak adalah hal yang tidak pernah bisa dipisahkan dalam kehidupan bangsa, ibaratkan sebuah kodrat yang tak mampu dilepaskan dari tubuh manusia. Tumbuhnya pajak merupakan nafas bagi bangsa dan negara, karena pajak hadir demi kemakmuran rakyat bukan untuk santapan pribadi semata.

Pemilu bukan soal kalah atau menang, melainkan pembuktian arti dari demokrasi, gagasan demi gagasan beradu satu sama lain, janji demi janji dilempar. Sasaran utamanya tentu masyarakat, berbagai media menjadi perantara isu menjadi bumbu sajiannya. Namun, pilihan sepenuhnya ada di tangan Anda.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 08 Desember 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bertemu Menkeu Arab Saudi, Sri Mulyani Bahas Reformasi Perpajakan

Minggu, 08 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Menkeu Thailand Usulkan Tarif PPN Dinaikkan dan PPh Dipangkas

Jumat, 06 Desember 2024 | 14:21 WIB UNIVERSITAS BUNDA MULIA

Mahasiswa Jangan Ketinggalan Update Soal Reformasi Pajak Internasional

Kamis, 28 November 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tingkatkan Tax Ratio, Ini Deretan Rekomendasi OECD untuk Indonesia

BERITA PILIHAN