TIDAK sedikit kalangan yang menilai kondisi politik dapat menentukan kemampuan pemerintah dalam memungut pajak. Meski begitu, dalam praktiknya, mekanisme hubungan antara pemungutan pajak dan politik masih sulit dipahami.
Di kawasan Afrika, wajib pajak dapat bernegosiasi dengan pemerintah untuk membatasi luasnya cakupan perpajakan, terutama ketika timbal balik dari pemerintah dirasa belum memenuhi ekspektasi masyarakat.
Proses negosiasi tersebut kemudian menjadi diskursus di kalangan stakeholder perpajakan Afrika. Lantas, apakah proses negosiasi tersebut dapat mendorong tata kelola perpajakan yang lebih responsif dan akuntabel, terutama di negara berkembang.
Buku berjudul “Taxation, Responsiveness and Accountability in Sub-Saharan Africa: The Dynamics of Tax Bargaining” ini menawarkan gambaran mengenai hubungan antara negosiasi politik dan tata kelola perpajakan di negara-negara berkembang, terutama di Afrika.
Secara keseluruhan, pembahasan yang dimuat dalam buku terbitan Cambridge University Press ini terdiri atas tujuh bab yang didukung dengan studi kasus dari berbagai negara Afrika antara lain seperti Ghana, Kenya, dan Ethiopia.
Studi yang dilakukan memberikan bukti ekonometri lintas-negara terkait dengan hubungan antara perpajakan dengan beberapa variabel layaknya responsivitas dan akuntabilitas di berbagai negara berkembang di Afrika.
Dalam pembahasannya, buku karya Wilson Prichard ini menunjukkan ketergantungan pada sektor perpajakan telah meningkatkan responsivitas dan akuntabilitas dengan memperluas pengaruh politik yang dimiliki oleh para wajib pajak.
Meski begitu, proses negosiasi yang dimaksud tersebut terbilang sangat variatif di masing-masing negara. Belum lagi, proses negosiasi tersebut sering kali berlangsung dalam jangka waktu yang panjang serta kontinu.
Dalam buku tersebut, Prichard berfokus pada tiga proses kronologis, yaitu proses negosiasi pajak secara langsung; resistensi pajak dan perubahan yang terjadi dalam pemerintahan; dan perkembangan pengaruh politik dari para wajib pajak.
Ketiga proses tersebut disinyalir makin membuktikan pentingnya peran perpajakan dalam kancah politik. Namun, peran krusial perpajakan dalam meningkatkan responsivitas dan akuntabilitas publik kerap kali dihasilkan dari upaya koersif.
Untuk itu, peran perpajakan sampai saat ini masih belum dapat seluruhnya menjamin perubahan positif dari tata kelola pemerintahan. Namun, proses negosiasi pajak ini perlu dipandang sebagai proses kompleks yang diwarnai oleh berbagai konflik dan berpeluang untuk berkontribusi dalam mencapai hasil tata kelola perpajakan yang lebih baik.
Secara garis besar, buku yang diterbitkan pada 2015 ini dapat dikatakan sebagai terobosan baru dalam kajian politik perpajakan lantaran mampu mengembangkan kajian teoritis yang menghubungkan isu perpajakan dengan politik.
Untuk itu, buku ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi para akademisi, perumus kebijakan, serta masyarakat untuk lebih memahami hubungan antara perpajakan dan politik. Tertarik membaca buku ini? Silakan baca langsung di DDTC Library. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.