DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Mengapa TP Doc Perlu Dibuat Sejak Awal Tahun? Cermati Alasannya

Muhamad Wildan | Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:33 WIB
Mengapa TP Doc Perlu Dibuat Sejak Awal Tahun? Cermati Alasannya

Transfer Pricing Leader and Senior Advisor DDTC Consulting Romi Irawan (tengah), Partner of DDTC Consulting Yusuf Wangko Ngantung (kanan), dan Tax Expert CEO Office DDTC Atike Ritmelina Marhani (kiri).

JAKARTA, DDTCNews - Transfer pricing documentation (TP Doc) yang dibuat oleh wajib pajak harus menunjukkan bahwa wajib pajak yang bersangkutan telah melaksanakan pendokumentasian sejak saat terjadinya suatu transaksi afiliasi.

Transfer Pricing Leader and Senior Advisor DDTC Consulting Romi Irawan mengatakan hal tersebut penting untuk membuktikan bahwa TP Doc benar-benar telah diselenggarakan oleh wajib pajak menggunakan pendekatan ex ante sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 172/2023.

"Yang mau kita tunjukkan di TP Doc adalah behavior kita pada saat proses penentuan harga. Makanya, dalam PMK [172/2023] terkait dengan ex ante disebutkan bahwa TP Doc harus dibuat berdasarkan ketersediaan data dan informasi pada saat transaksi dilakukan. Jadi yang ingin ditunjukkan adalah perilaku kita pada saat transaksi dilakukan," ujar Romi dalam DDTC Exclusive Gathering: Tax Update 2024, Kamis (17/10/2024).

Baca Juga:
Kembali Digelar, DDTC Exclusive Gathering: Tax Update 2024

Agar kewajiban untuk membuat TP Doc menggunakan pendekatan ex ante benar-benar terlaksana, wajib pajak perlu memiliki framework dan policy dalam menetapkan harga transfer atas suatu transaksi afiliasi. "Kalau sudah framework, prosedur, dan policy yang bisa diterapkan, otomatis prinsip ex ante dari TP Doc-nya pasti bisa dipenuhi," ujar Romi.

Berkaca pada penjelasan tersebut, Romi menekankan wajib pajak seyogianya memulai penyusunan TP Doc terhitung sejak awal tahun. Hal ini diperlukan agar wajib pajak memiliki ruang dan waktu yang cukup untuk mendapatkan dan menuangkan seluruh informasi yang relevan ke dalam TP Doc.

"Jadi yang saya tekankan di sini adalah prosesnya, bukan output-nya atau bentuk dokumentasinya saja. Isinya [TP Doc] harus bisa menceritakan bagaimana proses penetapan harga dan bagaimana proses penetapan harga sudah mengikuti PKKU," ujar Romi.

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Namun, sebelum pembuatan TP Doc dimulai, wajib pajak perlu terlebih dahulu melakukan asesmen risiko dengan melihat bentuk transaksi afiliasi yang dilakukan. Asesmen risiko dapat dilaksanakan salah satunya dengan mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan.

Dalam surat edaran tersebut, wajib pajak diindikasikan tidak patuh bila ada risiko transfer pricing antara lain karena bertransaksi dengan lawan transaksi yang menerapkan tarif efektif pajak lebih rendah; mempunyai transaksi afiliasi dengan nilai yang signifikan; memiliki transaksi intragrup dalam bentuk pemberian jasa, pembayaran royalti, dan cost distribution arrangement; serta faktor lainnya.

"Perlu kita lakukan asesmen risiko dahulu. Kalau kita sudah tahu profil kita seperti apa, kita masuk kategori mana, barulah kita bisa menyiapkan strategi yang paling optimal untuk menyusun framework berdasarkan profil risiko kita," ujar Romi.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Asesmen risiko sebelum dimulainya penyusunan TP Doc diperlukan dalam rangka menekan cost of compliance. "Supaya cost-nya tidak berlebihan dan tidak rasional, kita juga perlu memahami profil kita sehingga kita bisa menentukan derajat effort kita itu harus sampai mana," ujar Romi.

Definisi Hubungan Istimewa

Wajib pajak perlu mencermati definisi hubungan istimewa berdasarkan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan PMK 172/2023 sebelum memulai penyusunan TP Doc.

Hubungan istimewa adalah suatu keadaan ketergantungan atau keterikatan antara satu pihak dan pihak lainnya akibat adanya kepemilikan atau penyertaan modal, hubungan darah atau semenda, atau penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Baca Juga:
Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

Dari 3 kriteria hubungan istimewa di atas, hubungan istimewa akibat adanya penguasaan adalah bentuk hubungan istimewa yang tergolong sulit didefinisikan.

"Konsep penguasaan ini sudah ada di undang-undang dari dulu, tetapi di PMK 172/2023 bisa dibilang konsep penguasaan ini mulai diperluas. Ada pihak lain yang menguasai pihak lainnya. Apa itu yang dimaksud dengan penguasaan? Tidak ada yang tahu persis," ujar Partner of DDTC Consulting Yusuf Wangko Ngantung.

Meski demikian, dalam literatur global setidaknya telah dikenal 2 bentuk hubungan istimewa karena penguasaan, yakni de jure control dan de facto control. De jure control adalah penguasaan yang dapat dipaksakan secara yuridis oleh karena adanya kepemilikan saham di atas 50%.

Baca Juga:
PMK 172/2023: Mengapa Pendekatan Ex-Ante Penting bagi Wajib Pajak?

Adapun yang dimaksud dengan de facto control adalah pengendalian secara faktual. "Untuk de facto control itu konsep yang subjektif. Tergantung siapa yang melihatnya, interpretasinya bisa berbeda," ujar Yusuf.

Contoh, de facto control bisa timbul akibat adanya pengakuan dari pihak lawan transaksi. De facto control akibat pengakuan telah diakomodasi telah tercantum dalam Pasal 2 ayat (5) huruf e PMK 172/2023.

"Dalam laporan keuangan lawan transaksi ternyata PT A diakui sebagai pihak yang memiliki hubungan istimewa. Jadi karena pengakuan lawan, itu sudah dianggap sebagai hubungan istimewa. Kalau lawan mengakui, sesuai PMK 172/2023 itu dianggap sebagai hubungan istimewa secara de facto," kata Yusuf.

Baca Juga:
Meski Bukan Mandatory, Indonesia Dinilai Perlu Adopsi Pilar 1 Amount B

Contoh kedua, suatu transaksi independen bisa dianggap dipengaruhi oleh hubungan istimewa bila transaksi tersebut dilaksanakan oleh kedua subsidiary berdasarkan master agreement yang disepakati oleh headquarter dari kedua subsidiary dimaksud.

Oleh karena headquarter telah menyepakati master agreement yang menentukan lawan transaksi dan harga transaksi dari kedua subsidiary dimaksud, transaksi independen tersebut dianggap memiliki dipengaruhi hubungan istimewa karena adanya de facto control.

"Master agreement di headquarter itulah yang dianggap penguasaan secara de facto karena headquarter sudah menentukan standar harganya berapa," ujar Yusuf.

Baca Juga:
Ini Sebab Isu Transfer Pricing Makin Krusial dalam Pemeriksaan Pajak

Sebagai informasi, DDTC melaksanakan Exclusive Gathering sebagai rangkaian acara HUT ke-17, dengan mengundang puluhan klien yang berasal dari berbagai sektor.

Ke depan, kegiatan gathering serta acara serupa akan digelar secara berkala oleh DDTC. Hal ini dikarenakan pelaksanaan satu kali acara belum tentu dapat mencakup seluruh klien serta stakeholder lainnya.

Forum yang tidak terlalu besar, tetapi dilakukan secara berkesinambungan diharapkan lebih efektif dalam memberikan gambaran terkini terkait dengan perkembangan perpajakan dan upaya antisipasinya kepada seluruh klien serta stakeholder lainnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 17:00 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Kembali Digelar, DDTC Exclusive Gathering: Tax Update 2024

Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen