KASUS korupsi uang pajak yang terjadi di Indonesia sudah tidak terhitung jumlahnya, baik dari tingkat daerah, maupun tingkat pusat. Tidak sedikit kerugian negara yang ditanggung akibat maraknya korupsi yang terjadi di negeri ini.
Beberapa kasus tersebut antara lain kasus simulator SIM dengan kerugian negara Rp121 milliar, kasus suap kuota impor daging sapi senilai Rp 1,3 milliar, kasus E-KTP yang masih diproses dengan kerugian negara Rp2,3 triliun, kasus korupsi jual-beli jabatan oleh Bupati Nganjuk, dan seterusnya.
Terhadap berbagai kasus-kasus korupsi yang semakin marak itu, sebetulnya ada sebuah sistem yang bisa diharapkan untuk mencegahnya, yaitu dengan mengombinasikan penggunaan teknologi informasi dan pengawasan masyarakat atas penggunaan dana daerah.
Dalam hubungannya dengan perpajakan di Indonesia, sistem tersebut memiliki hubungan yang dekat sekali, di mana pemerintah daerah, sebagai penghimpun pajak, dapat memberikan jaminan bahwa uang pajak yang dihimpun benar-benar terpakai untuk kepentingan masyarakat.
Meskipun imbalan dari pembayaran pajak tidak dapat diterima secara langsung, namun dengan berjalannya sistem yang dapat mencegah korupsi uang negara itu, masyarakat dapat mengetahui bentuk ‘imbalan tidak langsung’ tersebut.
KELEMAHAN SEKARANG
SISTEM website yang dapat mencegah korupsi itu berangkat dari penggabungan konten website pemerintah daerah (pemda), yaitu jakarta.go.id dan surabaya.go.id. Penggabungan itu perlu karena kedua website sama-sama masih memiliki kekurangan dan butuh pengembangan lebih lanjut.
Kelemahan tersebut antara lain, Pertama, Pemkot Surabaya dan Pemda DKI Jakarta kurang transparan dalam hal melaporkan laporan pertanggungjawaban untuk tahun berlalu. Meskipun, jika dilihat dari sisi transparannya, Provinsi DKI Jakarta sudah cukup transparan mengenai RAPBD, RKPD, KUA-PPAS.
Misalnya untuk 2016, Pemda DKI Jakarta tidak memberikan laporan mengenai realisasi anggaran APBD 2016, sedangkan Pemkot Surabaya justru tidak memberikan informasi sama sekali mengenai rencana dan realisasi RAPBD, RKPD, KUA-PPAS, dan laporan realisasi anggaran dalam website-nya.
Kedua, kurang terintegrasinya beberapa website pemda yang sebenarnya memiliki fungsi saling mendukung. Maksudnya adalah, jika kita melihat jakarta.go.id, maka ada banyak pilihan websiteyang bisa dipilih, seperti Jakarta Smart City, PPID, Berita Jakarta, dan banyak lainnya.
Padahal, apabila konten Berita Jakarta dan Jakarta Smart City digabungkan dan dintegrasikan dengan konten apbd.jakarta.go.id, maka fungsinya akan lebih terintegrasi dan dapat memperjelas fungsi dana APBD yang dikeluarkan pemerintah.
SISTEM YANG DICANANGKAN
UNTUK menutup berbagai kekurangan tersebut, maka dibutuhkan suatu website yang tidak hanya menunjukan transparansi penggunaan uang pajak oleh Pemda, tetapi juga terintegrasi antara satu informasi dengan informasi yang lain.
Selain itu, website yang dibangun juga harus memiliki konten berita dari pihak independen, yang up-to-date, baik mengenai proyek pembangunan maupun realisasi kegiatan dan dana yang dikeluarkan dari uang pajak untuk melakukan kegiatan tersebut.
Di sisi lain, pemerintah juga dapat memasukan informasi mengenai finalisasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan RAPBD sebagai wujud transparansi pemerintah atas pendapatan dan biaya yang direncanakan.
Kemudian juga finalisasi Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), realisasi APBD atau Laporan Realisasi Anggaran, dan catatan atas APBD dan RKPD yang dianggarkan dan realisasinya, yang menjelaskan secara terperinci atas pendapatan dan biaya yang dianggarkan.
Dengan adanya berita-berita kegiatan yang disajikan di website yang sama dengan publikasi anggaran daerah, selain meningkatkan integrasi informasi, maka diharapkan hal tersebut juga menjadi wujud akuntabilitas dan komitmen pemerintah dalam menggunakan dana pajak dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya dengan publikasi RAPBD, RKPD, KUA-PPAS, masyarakat dapat melihat nilai pendapatan daerah, alokasi pendapatan, dan alasan yang mendasari alokasi pendapatan itu. Wujud transparansi ini hendaknya diperinci hingga mencakup hal-hal kecil seperti biaya gaji PNSper jabatan.
Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui apakah ada kemungkinan penggelapan karena alokasi yang ‘buram’ atau berlebihan. Demikian halnya dengan proyek-proyek yang dicanangkan, yang dibuat terpeinci dalam penggungkapan dan realisasinya, agar risiko frauddapat diperkecil.
Laporan Realisasi Anggaran juga memiliki fungsi penting, agar masyarakat dapat mengetahui berapa pengeluaran pemerintah yagn sebenarnya, apakah dalam tahun tersebut ada keganjilan, atau apakah terjadi defisit atau surplus dana dalam tahun tersebut.
Apabila terjadi surplus dana, masyarakat juga harus mengetahui berapa dana yang dikembalikan atau dialokasikan untuk tahun ke depan, yang dilengkapi liputan atas bukti pengembalian uang atau bukti tertulis mengenai pengalokasian dana tersebut.
Apa yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama dengan mempublikasikan pengembalian Biaya Penunjang Operasional (BPO) yang tidak terpakai bisa menjadi contoh. Jika pola atau model website seperti itu bisa dipakai oleh seluruh pemda sesuai dengan ciri khas dan kebutuhan masing-masing, tentu peluang terjadinya korupsi dapat dicegah sejak dini.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.