LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Memahami Psikologi Kepatuhan Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 16 November 2017 | 21:06 WIB
Memahami Psikologi Kepatuhan Pajak
Muhammad Fadhilah, Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia

MEMBAYAR pajak merupakan kewajiban masyarakat kepada negara yang harus dipatuhi. Namun, di sisi lain negara juga harus memastikan agar pemungutan pajak dan pengelolaan uang hasil pajak yang dihimpun dari masyarakat dilakukan secara adil, bertanggung jawab, akuntabel, dan transparan.

Penyelenggaraan pemungutan dan pengelolaan hasil pajak yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baiak itu tentu akan memberikan pengaruh positif kepada wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhannya. Dari situlah mekanisme keseimbangan muncul.

Ukuran tingkat kepatuhan wajib pajak yang paling utama adalah pelaporan surat pemberitahuan (SPT), baik SPT tahunan maupun SPT masa. Ini adalah tahap terakhir dalam sistem pemungutan pajak self assessment setelah wajib pajak menghitung dan membayar pajaknya.

Mengapa pelaporan SPT menjadi ukuran terpenting, tidak lain karena dengan telah disampaikannya SPT berarti wajib pajak sudah melaksanakan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Artinya, sekalipun wajib pajak mempunyai penghasilan besar atau telah memungut pajak dari pihak ketiga atau telah membuat pembukuan yang sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku, kewajiban pajaknya tetap belum diketahui selama yang bersangkutan belum menyerahkan SPT.

Dengan demikian, semua usaha wajib pajak yang belum dilakukan sebelum melaporkan SPT, baik menghitung maupun membayar, tidak ada artinya karena belum melaporkan SPT. Inilah yang antara lain menjelaskan kesibukan pelaporan SPT setiap menjelang 31 Maret dan 30 April.

Kesibukan pelaporan SPT itu sedikit banyak telah menunjukkan tumbuhnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak baik badan maupun orang pribadi. Memang, belum semua wajib pajak mematuhi aturan tersebut, tetapi tingkat kepatuhan saat ini tentu sudah lebih baik daripada sebelumnya.

Untuk mengoptimalkan tingkat kepatuhan pajak masyarakat, tidak ada pilihan bagi pemerintah untuk terus memberikan pelayanan administrasi perpajakan yang sebaik-baiknya, termasuk untuk melayani komplain, permintaan informasi, dan seterusnya.

PSIKOLOGI KEPATUHAN

DARI sisi sosio-psikologi masyarakat atau wajib pajak, psikolog pajak Alan Lewis mengemukakan untuk merangsang timbulnya kegairahan membayar pajak, administrasi pajak harus dapat dilakukan dengan mudah, baik itu kemudahan untuk mendapatkan SPT maupun kemudahan dalam pengisiannya.

Karena itu, upaya untuk meningkatkan pelayanan perpajakan, khususnya dalam rangka memberikan kemudahan kepada wajib pajak, harus terus digencarkan. Dengan strategi inilah antara lain tingkat kepatuhan pajak masyarakat dapat meningkat.

Inisiatif seperti pendirian tempat-tempat khusus untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), SPT sekaligus tempat menyampaikannya seperti dengan layanan mobil pajak keliling, pojok pajak di mal, drop box, serta aplikasi perpajakan yang berbasis online, jelas tidak boleh diremehkan.

Pemberian pelayanan perpajakan itu tentu tidak sekadar berguna untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh NPWP atau menyampaikan SPT, tetapi juga mendapatkan berbagai informasi penting yang menyangkut hak sekaligus kewajiban perpajakannya.

Dengan berbagai kemudahan administratif sekaligus penyuluhan mengenai hak dan kewajiban itulah diharapkan kepatuhan pajak masyarakat dapat meningkat, sehingga jumlah penyampaian SPT hingga pada gilirannya penerimaan pajak juga dapat bertambah.

Apabila ditelaah lebih jauh, kemudahan-kemudahan itulah sebetulnya yang secara psikologis juga dapat meredam sisi ‘benci’ pemaksaan pajak, tetapi pada saat yang sama memberikan porsi yang besar kepada sisi ‘rindu’ manfaat pajak.

Oleh karena itu, sejalan dengan itu, aspe kemudahan pelayanan perpajakan ini harus terus menjadi usaha prioritas dalam narasi sekaligus strategi besar upaya peningkatan penerimaan negara, bukan aspek penegakan hukum atau tindakan koersif lain tetapi tanpa mengurangi peran dan fungsinya.

Dari situlah kemudian negara bisa lebih mengefektifkan fungsi pajak sebagai alat redistribusi kesejahteraan, untuk mewujudkan cita-cita luhur para pendiri bangsa seperti yang tercantum dalam konstitusi, yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil makmur dan sejahtera.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 08 November 2024 | 14:00 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Cerita Analis DJP, Juara II Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2024

Jumat, 01 November 2024 | 13:49 WIB HUT KE-17 DDTC

Temu Kontributor Buku DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Rabu, 30 Oktober 2024 | 15:45 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Optimalisasi Penerimaan Pajak Era Digital, Menilik Peluang Taxologist

Selasa, 29 Oktober 2024 | 16:25 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Jangkau Gen Z: Strategi Komunikasi DJP untuk Gapai Kepercayaan Publik

BERITA PILIHAN