Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Mengawali Mei 2023, pemerintah merilis ketentuan baru mengenai pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan PPN atas penjualan/penyerahan emas dan jasa yang terkait. Ketentuan tersebut diatur melalui PMK 48/2023.
Merujuk beleid tersebut, penjualan/penyerahan atas emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, serta jasa yang terkait, yang dilakukan oleh pabrikan dan pedagang emas perhiasan serta pengusaha emas batangan.
Terkait dengan berlakunya PMK 48/2023, Ditjen Pajak (DJP) memberikan pernyataan resmi melalui siaran pers. DJP menyebutkan pengaturan ulang tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif.
“Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti. Simak Peraturan Baru Soal Pajak Emas PMK 48/2023, Ini Pernyataan Resmi DJP.
Selain peraturan baru tersebut, terdapat sejumlah peristiwa lain yang turut menjadi perbincangan hangat pada Mei 2023. Berikut daftar peristiwa yang terjadi pada Mei 2023.
DJP resmi meluncurkan aplikasi e-Reporting PPS. Aplikasi ini diperlukan bagi wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) untuk melaporkan realisasi repatriasi atau investasi.
Seperti diketahui, wajib pajak peserta PPS yang berkomitmen melakukan repatriasi atau investasi harta bersih dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) perlu menyampaikan laporan realisasi paling lambat pada 31 Mei 2023.
Kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi repatriasi atau investasi tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat (1) PMK 196/2021. Sedianya, batas waktu penyampaian laporan tahun pertama realisasi repatriasi investasi adalah pada 31 Maret 2023 untuk wajib pajak orang pribadi dan 30 April 2023 untuk wajib pajak badan.
Namun, hingga 30 April 2023 aplikasi yang dibutuhkan masih belum tersedia. Untuk itu, peserta PPS yang berkomitmen melakukan repatriasi atau investasi diberi tambahan waktu untuk menyampaikan laporan realisasi paling lambat pada 31 Mei 2023.
Pemerintah merilis ketentuan baru yang mengatur percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak orang pribadi. Peraturan yang dimaksud adalah Perdirjen Pajak No. PER-5/PJ/2023
Beleid tersebut ditetapkan pada 9 Mei 2023 dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Secara ringkas, PER-5/PJ/2023 menjadi dasar hukum DJP untuk mempercepat restitusi PPh bagi wajib pajak orang pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan dengan lebih bayar maksimal Rp100 juta.
Lewat perdirjen tersebut, permohonan restitusi berdasarkan Pasal 17B UU KUP ataupun Pasal 17D UU KUP yang diajukan oleh wajib pajak orang pribadi dengan lebih bayar maksimal Rp100 juta akan langsung diproses berdasarkan Pasal 17D UU KUP.
Sehubungan dengan aturan baru itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo meminta wajib pajak orang pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan dengan lebih bayar maksimal Rp100 juta untuk tidak khawatir ketika mengajukan permohonan restitusi dipercepat kepada DJP.
Sebab, melalui PER-5/PJ/2023, wajib pajak orang pribadi tidak akan dikenai sanksi berupa kenaikan sebesar 100% apabila di kemudian hari diperiksa dan ditemukan adanya kekurangan pembayaran pajak.
Nanti, kekurangan pembayaran pajak yang ditemukan di kemudian hari hanya akan dikenakan sanksi administrasi sebesar suku bunga acuan ditambah dengan uplift factor sebesar 15% sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian materiil atas UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menyatakan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak harus dialihkan dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung (MA) paling lambat 31 Desember 2026.
Seperti diketahui, Pasal 5 UU Pengadilan Pajak mengatur pembinaan teknis peradilan Pengadilan Pajak dilakukan oleh MA. Sementara itu, pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dalam putusannya, MK menyatakan dualisme kewenangan pembinaan Pengadilan Pajak tersebut tidak sejalan dengan cita-cita mewujudkan badan peradilan yang independen melalui sistem yang terintegrasi.
MK memandang pembinaan Pengadilan Pajak seharusnya dilaksanakan secara terintegrasi dalam 1 lembaga yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman dan terpisah dari campur tangan kekuasaan eksekutif.
Pemerintah mengungkap gambaran kebijakan teknis pajak pada 2024 melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024. Berdasarkan KEM-PPKF 2024 tersebut, kebijakan teknis pajak pada 2024 diarahkan melalui 6 hal. Simak ‘Begini Rencana Kebijakan Umum Perpajakan 2024’. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.