PMK 9/2021

Mau Pakai Fasilitas Pajak UMKM Ditanggung Pemerintah? Ini Simulasinya

Muhamad Wildan | Senin, 08 Februari 2021 | 17:15 WIB
Mau Pakai Fasilitas Pajak UMKM Ditanggung Pemerintah? Ini Simulasinya

Ilustrasi. Karyawan merapikan produk UMKM lokal NTB yang dijual di gerai ofline NTB Mall di Kantor Dinas Perdagangngan Provinsi NTB di Mataram, NTB, Rabu (27/1/2021). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/hp.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memberikan contoh penghitungan kepada wajib pajak yang hendak memanfaatkan fasilitas insentif PPh final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 9/2021.

Contoh pemanfaatan fasilitas PPh final UMKM DTP disimulasikan pada Lampiran G PMK 9/2021. Terdapat dua simulasi pada lampiran tersebut, yakni mengenai PPh final yang seharusnya disetor sendiri dan PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak.

Contoh pertama, disimulasikan Tuan N selaku pemilik rumah makan terdaftar sebagai wajib pajak pada 1 Desember 2020 dan tidak menyampaikan pemberitahuan untuk dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Mengingat pada tahun pajak 2020, Tuan N hanya memiliki peredaran bruto atau omzet senilai Rp500 juta maka Tuan N berhak memanfaatkan skema PPh final UMKM sesuai dengan PP 23/2018 pada tahun 2021.

"Karena peredaran bruto yang diterima oleh Tuan N dari usaha rumah makan tersebut tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak maka penghasilan dari rumah makan untuk tahun pajak 2021 dikenai PPh final sesuai PP 23/2018," bunyi Lampiran G, dikutip Senin (8/2/2021).

Pada Januari 2021, disimulasikan Tuan N memiliki omzet sebesar Rp40,5 juta. Dengan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% maka PPh final UMKM yang seharusnya terutang untuk masa pajak Januari 2021 adalah Rp202.500.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Atas PPh final pada masa pajak Januari 2021 tersebut, Tuan N berhak mendapatkan fasilitas PPh final UMKM DTP dengan menyampaikan realisasi PPh final DTP melalui saluran yang disediakan Ditjen Pajak (DJP) paling lambat sebelum 20 Februari 2021.

Contoh kedua, disimulasikan PT XYZ memiliki usaha bengkel dan terdaftar sebagai wajib pajak 1 Juli 2020. PT XYZ tidak menyampaikan pemberitahuan untuk dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum sehingga dikenai PPh final UMKM berdasarkan PP 23/2018. Diketahui omzet PT XYZ pada 2020 adalah Rp2 miliar sehingga pada tahun pajak 2021 PT XYZ dikenai PPh final UMKM sesuai dengan PP 23/2018.

Pada Januari 2021, PT XYZ memberikan jasa perbaikan mobil kepada PT MPN senilai Rp10 juta dan PT XYZ menyerahkan fotokopi surat keterangan PP 23/2018. PT MPN selaku pemotong lantas perlu mengkonfirmasi atas kebenaran suket PP 23/2018 PT XYZ. Bila suket PP 23/2018 terkonfirmasi, PT MPN tidak melakukan pemotongan PPh atas transaksi tersebut.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

PT MPN cukup memberikan cetakan kode billing yang diberi cap atau tulisan PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2021. PT XYZ harus menyampaikan laporan realisasi PPh final DTP melalui saluran yang disediakan DJP paling lambat tanggal 20 Februari 2021 guna mendapatkan fasilitas insentif PPh final DTP atas transaksi tersebut.

Apabila PT XYZ tidak atau terlambat menyampaikan laporan realisasi maka PT XYZ tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final DTP untuk masa yang yang bersangkutan. PT XYZ juga harus menyetorkan sendiri PPh final berdasarkan ketentuan PP 23/2018. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN