Bimal Jalan.
NEW DELHI, DDTCNews – Mantan Gubernur bank sentral India memperingatkan risiko rencana kenaikan pajak pada orang-orang yang berpenghasilan lebih dari 10 juta rupee (sekitar Rp2 miliar) dalam setahun.
Mantan Gubernur Reserve Bank of India/RBI), Bimal Jalan, telah memperingatkan kenaikan pajak penghasilan yang diperkenalkan pemerintah dalam anggarannya dapat menyebabkan keluarnya dana investasi dari negara tersebut.
“Secara teori, jika tarif pajak sangat tinggi, itu membuat pemodal mencari negara lain yang memiliki tarif lebih rendah dan mempunyai pembebasan pajak penghasilan,” katanya seperti dikutip pada Selasa (30/7/2019).
Saat ini, orang India dengan penghasilan kena pajak lebih dari 1 juta rupee per tahun membayar pajak penghasilan 30% dan tambahan 4% dari jumlah pajak yang dibayarkan. Dalam anggaran baru, orang dan perwalian (trusts) yang menghasilkan lebih dari 5 juta rupee per tahun akan membayar biaya tambahan 10%. Biaya tambahan 15% dikenakan untuk mereka yang menghasilkan lebih dari 10 juta rupee.
Beberapa analis dan trader mengatakan pajak ini telah menjadi alasan utama bagi investor asing menjual asetnya lebih dari 30 miliar rupee (sekitar Rp6,1 triiun) dari pasar modal India pada Juli, setelah mereka berinvestasi lebih dari 100 miliar rupee (sekitar Rp 20 triliun) pada Juni 2019.
“Insentif untuk berinvestasi di dalam negeri tentu saja dipengaruhi oleh pajak yang lebih tinggi. Jadi, investor mungkin lebih memilih mengirim uang ke luar negeri,” kata Jalan, merujuk pada dana yang keluar untuk menghindari pajak.
Beberapa ekonom mengatakan bahwa pajak perusahaan yang tinggi adalah salah satu alasan kurangnya investasi asing dan telah menyeret pertumbuhan ekonomi India ke level terendah. Meskipun telah diturunkan menjadi 25%, India masih masuk daftar 10 negara teratas dengan tarif pajak perusahaan tertinggi.
Menanggapi rencana pemerintah untuk menerbitkan obligasi negara di luar negeri, Jalan mengatakan hal tersebut relatif bebas risiko asalkan pemerintah menjual obligasi dengan tenor 15 tahun atau lebih.
Seperti dilansir moneycontrol.com, proposal itu dikritik oleh mantan Gubernur RBI lainnya, yakni Raghuram Rajan dan Y Venugopal Reddy. Selain itu, beberapa sekutu dari Partai Bharatiya Janata berpendapat hal itu dapat menciptakan risiko ekonomi jangka panjang. (MG-dnl/kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.