BERITA PAJAK HARI INI

Local Tax Ratio Ditarget 2,9% pada 2029, Kemenkeu Ungkap Tantangannya

Redaksi DDTCNews | Jumat, 11 Oktober 2024 | 09:14 WIB
Local Tax Ratio Ditarget 2,9% pada 2029, Kemenkeu Ungkap Tantangannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah membidik rasio pendapatan perpajakan daerah (local tax ratio) meningkat menjadi 2,9% pada 2029. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (11/10/2024).

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan upaya meningkatkan local tax ratio tidak mudah dan dibutuhkan kerja keras mengingat local tax ratio baru sebesar 1,32% pada 2023.

"Ini [meningkatkan local tax ratio] sangat berat, tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin jika semua institusi memiliki perhatian yang sama," katanya.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Lydia menuturkan local tax ratio mengalami fluktuasi sepanjang 2019 hingga 2023. Rasio perpajakan daerah sempat mencapai 1,42% pada 2019, tetapi kemudian merosot ke level 1,23% pada 2020 akibat pandemi Covid-19.

Dia menjelaskan terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan local tax ratio di antaranya perencanaan pendapatan yang masih rendah. Sejauh ini, analisis potensi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) di daerah belum komprehensif.

Perencanaan target PDRD selama ini biasanya hanya berdasarkan realisasi penerimaan tahun-tahun sebelumnya dengan memperhatikan kondisi perekonomian.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Kemudian, kapasitas pengelolaan keuangan daerah yang kurang, terutama dari sisi sumber daya manusia (SDM). Hal ini terjadi karena kebanyakan pemda masih kekurangan dari segi jumlah dan kompetensi pengelola keuangan.

Survei kepada beberapa pemda juga menunjukkan masih banyak pemda yang tidak memiliki juru sita dan petugas pajak.

Selanjutnya, masih terdapat ketimpangan ekonomi antardaerah, seperti kondisi infrastruktur sehingga berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Pada kuartal I/2024, 57,7% PDB nasional berada di Pulau Jawa, sedangkan di wilayah Papua hanya 2,62%.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selain isu local taxing power, ada pula ulasan mengenai wacana presiden terpilih Prabowo Subianto dalam menutup kebocoran pajak di sektor kelapa sawit. Lalu, ada juga ulasan perihal fitur penunjukan wakil/kuasa wajib pajak melalui aplikasi coretax.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Ketidakpatuhan Wajib Pajak Daerah

Tantangan menguatkan local tax ratio juga datang dari ketidakpatuhan wajib pajak. Ini tecermin dari jumlah objek pajak yang tak sebanding dengan penerimaan pajak. Misal, kenaikan jumlah kendaraan bermotor yang tidak berbanding lurus dengan kepatuhan pajak kendaraan bermotor.

Data dari PT Jasa Raharja menunjukkan 53 juta kendaraan belum melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor hingga September 2023. Artinya, tingkat kepatuhan membayar pajak kendaraan bermotor saat ini baru di 51,99% dan sisanya tidak patuh.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Selain itu, kendala juga datang dari belum seluruh pemda menerapkan elektronifikasi transaksi. Hasil asesmen Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemda pada semester I/2024 menunjukkan 480 pemda atau 87,9% pemda berada dalam level digital. (DDTCNews)

Tunjuk Wakil/Kuasa Wajib Pajak via Aplikasi Coretax

Wajib pajak bisa menunjuk atau mendaftarkan wakil atau kuasanya untuk menjalankan kewajiban pajak via aplikasi coretax.

Penunjukan wakil/kuasa wajib pajak tersebut dapat dilakukan melalui menu My Representative (Wakil/Kuasa Saya) pada halaman muka coretax. Adapun ada 2 jenis wakil/kuasa yang bisa ditunjuk, yaitu konsultan pajak dan pihak lain yang dapat ditunjuk.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

"Pada menu tersebut, wajib pajak dapat mengakses panduan mengenai penunjukan dan pencabutan wakil/kuasa wajib pajak,” bunyi penjelasan DJP dalam menu My Representative pada simulator coretax. (DDTCNews)

Ratusan Pengusaha Kemplang Pajak, Potensi Penerimaan Hilang Rp300 Triliun

Presiden terpilih Prabowo Subianto disebut-sebut telah memegang data 300 pengusaha—yang rata-rata bergerak di sektor perkebunan sawit—terindikasi tidak membayar pajak sebagaimana mestinya.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh membenarkan temuan tersebut. Menurutnya, perbuatan ratusan pengusaha tersebut menimbulkan potensi penerimaan negara yang hilang mencapai Rp300 triliun.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

“Benar (ada penemuan penerimaan negara yang hilang sebesar Rp 300 triliun dari sektor komoditas kelapa sawit),” tuturnya. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Prabowo Pertimbangkan Penundaan Kenaikan Tarif PPN

Pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan mempertimbangkan penundaan kenaikan tarif PPN. Sedianya, tarif PPN 12% berlaku mulai 1 Januari 2025 sesuai dengan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Anggawira, Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran mengatakan terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan penundaan tersebut. Salah satunya ialah daya beli masyarakat yang menurun dan kondisi bisnis yang membutuhkan stimulus.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Untuk itu, lanjutnya, Prabowo menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga penerimaan negara antara lain perluasan basis pajak pada sektor-sektor baru, termasuk sektor informal dan digital, optimalisasi BUMN dan investasi, diversifikasi sumber penerimaan, dan lainnya. (Kontan)

Tarif Pajak Lebih Rendah, Kemenkeu Ajak Masyarakat Investasi di SBN

Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan berharap minat masyarakat berinvestasi pada Surat Berharga Negara (SBN) makin meningkat seiring dengan penurunan tarif PPh atas bunga obligasi.

Direktur Surat Utang Negara DJPPR Deni Ridwan mengatakan tarif PPh atas bunga obligasi telah diturunkan menjadi hanya 10%. Oleh karena itu, SBN dapat menjadi pilihan instrumen investasi yang paling aman dan menguntungkan.

"Pajaknya lebih rendah. Pajak atas bunga deposito itu sebesar 20%, tetapi kalau pajak penghasilan untuk bunga obligasi hanya 10%. Jadi nett-nya kan lebih tinggi," katanya dalam webinar HORI 78 InTalks to Community. (DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen