BERITA PAJAK HARI INI

Lewat PPS, DJP Ingin Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Redaksi DDTCNews | Kamis, 11 November 2021 | 08:28 WIB
Lewat PPS, DJP Ingin Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berfokus pada upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi melalui program pengungkapan sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (11/11/2021).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengingatkan skema kebijakan I PPS hanya ditujukan untuk wajib pajak orang pribadi dan badan peserta program tax amnesty, sedangkan skema kebijakan II hanya ditujukan untuk wajib pajak orang pribadi.

Skema kebijakan II PPS, sambungnya, memang difokuskan untuk wajib pajak orang pribadi. Hal ini dikarenakan wajib pajak badan relatif sudah lebih tertata. Pembukuan dan Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak badan relatif lengkap. Jumlahnya wajib pajak badan juga tidak sebanyak orang pribadi.

Baca Juga:
Tarif PPN Mestinya Naik Jadi 12%, DPR Minta Tunggu Ekonomi Membaik

“Sedangkan wajib pajak orang pribadi itu sebaliknya. Oleh sebab itu, pemerintah ingin lebih fokus untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada kebijakan II PPS ini,” ujarnya.

Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), program pengungkapan sukarela PPS dibagi menjadi 2 skema kebijakan. Skema kebijakan I untuk pengungkapan harta perolehan 1985-2015. Skema kebijakan II untuk pengungkapan harta perolehan 2016—2020.

Selain mengenai PPS, ada pula bahasan terkait dengan rencana perincian ketentuan terkait dengan pemberian natura dan/atau kenikmatan. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan penerapan pajak karbon.

Baca Juga:
Blokir Sejumlah Rekening Penunggak Pajak, Juru Sita Ungkap Tahapannya

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pencabutan Permohonan Keberatan dan Banding

Wajib pajak orang pribadi yang akan mengungkapkan harta perolehan 2016-2020 dalam PPS (skema kebijakan II) harus mencabut beberapa permohonan, termasuk keberatan, banding, dan peninjauan kembali.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pencabutan dilakukan hanya terhadap permohonan terkait dengan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, dan/atau 2020.

Neilmaldrin mengatakan PPS menjadi sarana yang memudahkan wajib pajak. Sesuai dengan ketentuan umum, harta pada tahun pajak 2016-2020 dapat dikenai PPh tarif umum ditambah sanksi administrasi.

Baca Juga:
Coretax DJP: PKP Harus Upload Perincian Penyerahan Faktur Eceran

Dengan adanya PPS, kewajiban tersebut dianggap terpenuhi. Selain itu, sanksi dihapuskan. Wajib pajak juga ikut dalam perhitungan tarif PPh final PPS. Menurut Neilmaldrin, ketentuan pencabutan beberapa permohonan tersebut sudah tepat. (DDTCNews)

Natura Jadi Pengurang Penghasilan Bruto

Sesuai dengan Pasal 6 UU Pajak Penghasilan (PPh) s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan menjadi salah satu pengurang penghasilan bruto saat menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai … biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto … akan diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah,” bunyi penggalan Pasal 32C UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. (DDTCNews)

Baca Juga:
Perlakuan Pajak atas Jasa Parkir di Indonesia, Cek Panduannya di Sini

Pajak Karbon

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut ada sejumlah isu yang harus dipertimbangkan pemerintah dalam menerapkan dan menetapkan tarif pajak karbon.

Menurutnya, pandemi Covid-19 menjadi momentum yang baik untuk mendorong kegiatan ekonomi lebih ramah lingkungan. Namun, dia mengatakan pengenaan pajak karbon perlu menyesuaikan kondisi ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

Peningkatan tarifnya juga harus dilakukan bertahap dan hati-hati agar dampaknya pada kelestarian lingkungan terasa tapi di sisi lain tidak menimbulkan tekanan yang berat kepada masyarakat. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
Opsen Pajak Berlaku Mulai Tahun Depan, Program Sengkuyung Digencarkan

QA dalam Keberatan Pajak

Staf Ahli Menkeu Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan kantor pusat DJP sudah memiliki mekanisme quality assurance (QA) dalam merespons pengajuan keberatan dari wajib pajak. Penguatan QA dalam keberatan menjadi salah satu upaya untuk menurunkan sengketa pajak.

“Di Direktorat Keberatan dan Banding sudah ada Subdit [Peninjauan Kembali dan] Evaluasi," katanya. Simak ‘Quality Assurance Keberatan Pajak Sudah Dijalankan DJP’. (DDTCNews)

Pemanfaatan Tax Holiday

Kementerian Keuangan menegaskan insentif pajak berupa fasilitas tax holiday dapat dimanfaatkan perusahaan yang baru dibentuk atau perusahaan yang telah ada atau existing.

Baca Juga:
Penegakan Hukum Bidang Pajak, Andalan Prabowo untuk Tambah Penerimaan

Analis Kebijakan Pajak Penghasilan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wahyu Hidayat mengatakan tax holiday diberikan untuk mendukung industrialisasi substitusi impor dan membuka lapangan kerja. Untuk itu, ia mendorong pelaku usaha dalam cakupan industri pionir untuk memanfaatkan fasilitas tersebut.

"Tidak ada pembedaan, masing-masing memiliki kesempatan untuk bisa memperoleh fasilitas yang sama, tax holiday. Tentunya dengan persyaratan," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 24 Oktober 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN Mestinya Naik Jadi 12%, DPR Minta Tunggu Ekonomi Membaik

Kamis, 24 Oktober 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA TOLITOLI

Blokir Sejumlah Rekening Penunggak Pajak, Juru Sita Ungkap Tahapannya

Kamis, 24 Oktober 2024 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: PKP Harus Upload Perincian Penyerahan Faktur Eceran

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:40 WIB LITERATUR PAJAK

Perlakuan Pajak atas Jasa Parkir di Indonesia, Cek Panduannya di Sini

BERITA PILIHAN
Kamis, 24 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Masuk Tahap ke-14, Kantor Bea Cukai Terapkan secara Penuh CEISA 4.0

Kamis, 24 Oktober 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN Mestinya Naik Jadi 12%, DPR Minta Tunggu Ekonomi Membaik

Kamis, 24 Oktober 2024 | 13:45 WIB UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA (UII)

Profesional Pajak Perlu Kuasai Soft Skills, Ternyata Ini Alasannya

Kamis, 24 Oktober 2024 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: PKP Harus Upload Perincian Penyerahan Faktur Eceran

Kamis, 24 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Menteri Keuangan dari Masa ke Masa

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:40 WIB LITERATUR PAJAK

Perlakuan Pajak atas Jasa Parkir di Indonesia, Cek Panduannya di Sini

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Prabowo Ingatkan Para Menteri untuk Dukung Makan Bergizi Gratis

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Opsen Pajak Berlaku Mulai Tahun Depan, Program Sengkuyung Digencarkan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penegakan Hukum Bidang Pajak, Andalan Prabowo untuk Tambah Penerimaan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kepada Sri Mulyani, Prabowo Tekankan Penggunaan APBN Harus Teliti