PMK 81/2024

Kriteria Wanprestasi Pembayaran Angsuran/Penundaan Utang Pajak

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 01 Januari 2025 | 15:00 WIB
Kriteria Wanprestasi Pembayaran Angsuran/Penundaan Utang Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur kriteria wanprestasi pembayaran angsuran/penundaan utang pajak melalui Pasal 118 PMK 81/2024.

Berdasarkan pasal tersebut, apabila wajib pajak dinilai wanprestasi maka surat keputusan persetujuan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak dianggap tidak berlaku dan ditindaklanjuti dengan tindakan penagihan aktif.

“Surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 menjadi tidak berlaku dan dilakukan tindakan penagihan pajak,” bunyi penggalan Pasal 118 PMK 81/2024, dikutip pada Rabu (1/1/2025).

Baca Juga:
Catat! PMK 81/2024 Ubah Aturan Mata Uang dalam Penyetoran PPN PMSE

Secara lebih terperinci, ada 2 tindakan yang membuat wajib pajak dianggap wanprestasi dalam pembayaran angsuran/penundaan utang pajak. Pertama, wajib pajak tidak memenuhi pembayaran pajak berdasarkan surat keputusan persetujuan pengangsuran paling banyak 2 kali.

Kedua, wajib pajak tidak memenuhi pembayaran pajak berdasarkan surat keputusan persetujuan penundaan sesuai lamanya penundaan. Kriteria tersebut tidak bersifat akumulatif. Artinya, apabila wajib pajak memenuhi salah satu kriteria tersebut akan dianggap wanprestasi.

Permohonan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak dalam konteks ini mengacu pada pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Pasal 97 ayat (3) PMK 81/2024 dan kewajiban pelunasan berdasarkan Pasal 98 ayat (1) PMK 81/2024.

Baca Juga:
November 2024: Puluhan Peraturan Perpajakan Terdampak Coretax System

Adapun Pasal 97 ayat (3) PMK 81/2024 mengacu pada pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tagihan pajak ini harusnya dilunasi maksimal 1 bulan sejak tanggal diterimanya STP PBB oleh wajib pajak.

Sementara itu, Pasal 98 ayat (1) PMK 81/2024 mengacu pada kewajiban pelunasan pajak berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), SKPKB Tambahan (SKPKBT).

Selain itu, Pasal 98 ayat (1) PMK 81/2024 mengacu pada kewajiban pelunasan pajak berdasarkan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, surat keputusan persetujuan bersama, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali.

Baca Juga:
Pengurangan Penghasilan Bruto atas Litbang berdasarkan PMK 81/2024

Berdasarkan ketentuan, STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah seharusnya wajib dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.

Namun, dalam kondisi tertentu, wajib pajak bisa mengajukan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak. Kondisi tertentu itu adalah apabila wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.

Wajib pajak yang ingin mengajukan permohonan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak yang masih harus dibayar atau kewajiban pelunasan pajak perlu mengajukan surat permohonan. Apabila memenuhi ketentuan maka wajib pajak akan diterbitkan surat keputusan persetujuan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak.

Nah, PMK 81/2024 menambah kriteria wanprestasi terhadap wajib pajak yang sudah diterbitkan keputusan persetujuan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak. Kriteria wanprestasi tersebut sebelumnya belum diatur dalam ketentuan terdahulu, yaitu PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Hartono 02 Januari 2025 | 05:16 WIB

Bayar pajak PBB aja pakai wanprestasi,kaya depkolektor aja

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 03 Januari 2025 | 08:47 WIB PMK 81/2024

Catat! PMK 81/2024 Ubah Aturan Mata Uang dalam Penyetoran PPN PMSE

Selasa, 31 Desember 2024 | 12:45 WIB KILAS BALIK 2024

November 2024: Puluhan Peraturan Perpajakan Terdampak Coretax System

Senin, 30 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Pengurangan Penghasilan Bruto atas Litbang berdasarkan PMK 81/2024

Minggu, 29 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

SPT Tahunan Pajak Karbon berdasarkan PMK 81/2024

BERITA PILIHAN
Sabtu, 04 Januari 2025 | 10:00 WIB DIR. KOMUNIKASI DAN BIMBINGAN PENGGUNA JASA DJBC NIRWALA DWI HERYANTO

‘Penyesuaian Harga Eceran Mencegah Orang Berpindah ke Rokok Murah’

Sabtu, 04 Januari 2025 | 09:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Syarat Tindak Pidana pada Permohonan AEO Hanya untuk Badan usaha

Sabtu, 04 Januari 2025 | 09:00 WIB PAJAK KARBON

Ditagih Aturan Pajak Karbon, Sri Mulyani Sampaikan Hal Ini

Sabtu, 04 Januari 2025 | 08:00 WIB PMK 131/2024

Aturan Terbaru Tarif PPN 12 Persen, Download di Sini!

Jumat, 03 Januari 2025 | 20:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Efek Tarif 12%, PPN Penyerahan Emas Perhiasan Naik Per 1 Januari 2025

Jumat, 03 Januari 2025 | 19:00 WIB PER-25/BC/2024

DJBC Bentuk Agen Fasilitas Kepabeanan, Apa Saja Fungsinya?

Jumat, 03 Januari 2025 | 18:30 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Ringankan Pokok Pajak Kendaraan dan BBNKB

Jumat, 03 Januari 2025 | 18:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Bea Keluar atas Koreksi Nilai Ekspor CPO

Jumat, 03 Januari 2025 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Jamin Kelebihan Pungut PPN Bakal Dikembalikan

Jumat, 03 Januari 2025 | 16:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Bea Cukai Terbitkan Aturan Tata Laksana Pengelolaan AEO