Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ada kalanya barang impor juga dikenakan pajak dalam rangka impor (PDRI).
PDRI menjadi pungutan yang dikenakan terhadap barang impor di luar bea masuk dan cukai. PDRI ini juga dikenakan terhadap barang kiriman, yaitu barang yang dikirim dari luar negeri melalui pos indonesia atau perusahaan jasa titipan (PJT).
“PDRI adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas Impor barang yang terdiri dari PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor,” bunyi Pasal 1 angka 33 PMK 190/2022, dikutip pada Sabtu (11/5/2024).
Berdasarkan pengertian tersebut, PDRI terdiri atas 3 jenis pajak. Ketiga jenis pajak tersebut meliputi PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor.
Secara sederhana, PPN merupakan pajak yang dikenakan atas impor atau penyerahan barang dan jasa kena pajak. Berdasarkan Pasal 7 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, PPN dikenakan dengan tarif 11% mulai 1 April 2022 dan akan naik menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Sementara itu, PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor barang berwujud yang tergolong mewah. Berdasarkan memori penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, terdapat 4 kriteria barang yang diklasifikasikan sebagai barang mewah.
Pertama, barang bukan merupakan barang kebutuhan pokok. Kedua, barang dikonsumsi masyarakat tertentu. Ketiga, pada umumnya barang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi. Keempat, barang dikonsumsi untuk menunjukkan status atau kelas sosial.
Jenis barang yang dikategorikan tergolong mewah pun sudah ditetapkan dalam 2 jenis peraturan pemerintah (PP). Kedua PP tersebut masing-masing mengatur pengenaan PPnBM atas kendaraan bermotor yang tergolong mewah dan atas barang tergolong mewah selain kendaraan bermotor.
Perincian jenis kendaraan bermotor tergolong mewah yang dikenakan PPnBM diatur dalam PP No. 73/2019 s.t.d.d PP No.74/2021 dan Peraturan Menteri Keuangan No.141/2021 s.t.d.d Peraturan Menteri Keuangan No. 42/2022.
Sementara itu, perincian jenis barang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan PPnBM diatur dalam PP 61/2020 dan PMK 96/2021 s.t.d.d. PMK 15/2023.
Berbeda dengan tarif PPN yang bersifat tetap, tarif PPnBM dikenakan secara bervariasi tergantung pada jenis barang yang diimpor. Sesuai dengan Pasal 8 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
Sementara itu, PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
Selain itu, PPh Pasal 22 juga dibebankan kepada badan usaha tertentu, baik badan pemerintah ataupun pihak swasta, yang berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Hal ini berarti cakupan PPh Pasal 22 sangat luas dan salah satunya menyasar kegiatan impor sehingga dikenal dengan sebutan PPh Pasal 22 Impor. Pengaturan yang lebih terperinci atas PPh Pasal 22 Impor tertuang dalam PMK 34/2017.
Berdasarkan Pasal 2 beleid tersebut, dapat diketahui tarif PPh Pasal 22 Impor bervariasi tergantung pada kelompok barang. Secara lebih terperinci, terdapat 6 tarif untuk PPh Pasal 22 Impor.
Pertama, untuk barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PMK No.34/2017 dikenakan tarif 10% dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
Kedua, barang tertentu lainnya seperti tercantum dalam Lampiran II PMK No.34/PMK.10/2017 dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan API.
Ketiga, barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu sebagaimana tercantum dalam Lampiran III PMK No.34/2017 dikenakan tarif 0,5% dari nilai impor dengan menggunakan API;
Keempat, barang yang tidak tercantum dalam lampiran PMK 34/2017 dan menggunakan API 2,5% dari nilai impor. Kelima, barang lain yang tidak menggunakan API 7,5% dari nilai impor. Keenam, barang yang tidak dikuasai dikenakan tarif 7,5% dari harga jual lelang.
Barang yang tidak dikuasai adalah barang impor yang tidak bertuan/tidak diketahui siapa pemiliknya. Hal ini bisa disebabkan karena pemilik/importir tidak dapat menyelesaikan permasalahan dokumen atau sebab lain seperti diatur PMK No. 53/2008.
Sementara itu, API adalah nomor identitas importir yang diterbitkan Kementerian Perdagangan untuk importir yang memenuhi persyaratan tertentu. Ketentuan API diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.20/2021 s.t.d.d 25/2022. Simak Apa Itu Angka Pengenal Impor (API)?
Namun, ketiga jenis pajak tersebut tidak mutlak dikenakan terhadap setiap barang kiriman melainkan tergantung pada jenis dan nilai barang. Misal, barang kiriman berupa surat, kartu pos, dan dokumen, dibebaskan dari pengenaan PDRI. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.