Ilustrasi. Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/9/2020). Penyemprotan yang rutin dilakukan di seluruh ruangan serta lingkungan gedung tersebut sebagai antisipasi guna menekan penyebaran COVID-19 di perkantoran menyusul temuan sedikitnya di 27 kantor kementerian/lembaga dan sejumlah perusahaan swasta di Jakarta yang menjadi klaster baru. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/pras.
JAKARTA, DDTCNews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merintis kerja sama dengan Ditjen Pajak (DJP) untuk pemulihan kerugian negara dalam penanganan tindak pidana korupsi.
Direktur Pengelolaan Jaringan antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko mengatakan sinergi dengan DJP wajib dilakukan agar pengembalian uang negara akibat tindak pidana korupsi bisa optimal. Kerja sama KPK dengan DJP wajib diperkuat untuk menjawab tantangan pemulihan kerugian negara.
"Sinergi itu bisa dilakukan dalam ranah penanganan perkara bersama, pertukaran informasi dan data, pertukaran personel, dan kerjasama lainnya,” katanya saat membuka webinar bertajuk Optimalisasi Pemulihan Keuangan Negara, dikutip pada Kamis (24/9/2020).
Sujanarko menyebut kerja sama KPK dengan DJP sudah mulai dirintis pada tahun lalu. Menurutnya, kedua lembaga telah menyusun studi bersama dengan judul Optimalisasi Pemulihan Kerugian Negara Dengan Pembebanan Kewajiban Pajak Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi.
Studi tersebut memaparkan pendekatan hukum dan alternatif optimalisasi pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi. Hasil studi tersebut juga membedah bentuk ideal kerja sama lembaga antirasuah dengan otoritas pajak dalam konteks pemulihan kerugian negara.
Sujanarko menegaskan kerja sama lembaga penegak hukum seperti KPK dengan otoritas pajak bukan hal yang baru. Beberapa negara sudah menerapkan pola kolaborasi serupa untuk memulihkan kerugian negara karena tindak pidana korupsi. Skema ini sudah diterapkan Inggris, Singapura, dan Australia.
“Tahun ini, KPK dan Ditjen Pajak melakukan diseminasi hasil studi tersebut pada penegak hukum, kanwil pajak, akademisi, dan pemangku kepentingan terkait lainnya," imbuh Sujanarko.
Diseminasi hasil studi tersebut akan menjadi masukan dan menjadi perspektif baru dalam penegakan hukum dan mengoptimalisasikan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana khususnya korupsi. Data perpajakan penting dalam penanganan tindak pidana ekonomi, seperti tindak pidana pencucian uang, tindak pidana korupsi, penggelapan pajak, dan pendanaan terorisme. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.